Find Us On Social Media :

Pahitnya Hidup Perempuan Singkawang Ini: Dijual ke China untuk Dikawinkan, Lalu Ditelanjangi dan Dianiaya Hingga Kabur Dari Rumah Suaminya

By None, Rabu, 26 Juni 2019 | 14:55 WIB

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Anwar Maarif (kanan) bersama Ketua DPC SBMI Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) Mahadir (kiri), Pengacara Publik LBH Jakarta Oki Wiratama (kedua kanan) dan korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Monica (kedua kiri) (Foto: Nova Wahyudi)

GridPop.id - Bermodus perjodohan, puluhan perempuan dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat diduga menjadi korban perdagangan orang ke China.

Ada 29 perempuan diincar perekrut yang disebut "mak comblang" dengan iming-iming uang.

Salah satu korbannya adalah Mon.

Dia terbuai janji manis teman perempuannya yang baru dikenalnya di media sosial.

Oleh pria itu, Mon diiming-imingi akan dijodohkan dengan pria kaya raya asal China.

Baca Juga: Abaikan Sindiran Galih Ginanjar, Keharmonisan Rumah Tangga Fairuz A Rafiq Dikomentari Barbie Kumalasari: Belum Tentu Orang yang Terlihat Bahagia itu Bahagia!

Saat itu kira-kira September 2018, Mon dan teman barunya itu bertemu di Singkawang, Kalimantan Barat.

Mon lalu dibawa ke rumahnya dan dikenalkan kepada dua pria keturunan China, tetapi perempuan berusia 22 tahun ini menolak.

"Cowok yang satu sudah tua dan yang kedua agak-agak idiot gitu," ujar Mon di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Keesokan harinya, Mon dipertemukan lagi dengan seorang pria asal China yang usianya 28 tahun.

Di situ, dia setuju untuk "dijodohkan" dengan rayuan dibelikan emas dan dikirimi uang setiap bulan ke orangtuanya yang tinggal di Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak, Kalbar.

"Saya diimingi-imingi uang, dibelikan emas, dikirimi uang ke orangtua, hidup berkecukupan, diperlakukan baik, bahkan kalau mau pulang ke kampung akan diurus," tutur Mon.

Tak lama setelah itu, dia dan pria yang bernama Hao Tengfei bertunangan.

"Saat kami tukar cincin itu di tempat rias. Saya juga menerima uang Rp 19 juta.

Lalu saya dan si mak comblang itu dibawa ke sebuah rumah dengan membawa surat nikah," katanya.

Baca Juga: Gogon Pingsan Hingga Wajahnya Bengkak Sebelum Hembuskan Napas Terakhir Akibat Jantung Koroner, Bumbu Dapur Murah Meriah Ini Bisa jadi Pemicunya

Mon bercerita, tak ada upacara pernikahan layaknya pasangan suami-istri.

Tiba-tiba saja, dia menerima buku nikah dan surat catatan sipil dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mempawah pada 12 September 2018.

Seminggu setelahnya atau tepatnya pada 18 September 2018, dia diboyong suami beserta mertuanya ke China.

Namun, Mon tak tahu di wilayah mana dia tinggal.

"Saya hanya tahu tinggal di daerah pegunungan," katanya singkat.

Baru beberapa hari menetap di rumah mertua, Mon disuruh bekerja merangkai bunga dari pukul tujuh pagi sampai jam tujuh malam.

"Itu upah kerja saya, tidak dikasih barang Rp 100 perak pun," ujarnya.

Mon mengaku tak bisa menolak perintah mertuanya.

Kalau membangkang, dia akan dipukul oleh suaminya dan tak diberi makan berhari-hari.

"Kalau saya melawan, tidak dikasih makan dua hari. Makanan saya diumpetin sama mertua. Saya dipukuli suami sampai biru-biru, ditinju pakai tangan," ungkapnya.

Belakangan pula, Mon baru tahu, pekerjaan suaminya adalah kuli bangunan.

Pernah suatu kali, lanjut dia, saat menolak permintaan berhubungan seks karena sedang menstruasi, dia ditelanjangi.

"Saat itu saya sedang menstruasi, saya tidak mau melayani suami saya. Tapi saya dimarahi mertua dan disuruh telanjang untuk buktikan sedang haid," lanjutnya kemudian.

Karena tak betah, Mon berusaha mengontak si "mak comblang" agar dipulangkan, tetapi hasilnya nihil.

"Tidak bisa dihubungi," ujarnya.

Baca Juga: Bikin Air Mata Meleleh, Begini Momen Haru Ibu dan Anak di Sumatera Selatan Kembali Bertemu Usai 30 Tahun Terpisah

Sejak dikenalkan dengan Hao Tengfei dan dua bulan tinggal di China, Mon tak memberi tahu orangtuanya di kampung karena dilarang oleh si "mak comblang".

Barulah pada Oktober 2018, dia berani mengontak ayah-ibunya.

Tak tahan hidup di China dan mendapat kabar bapaknya meninggal, Mon ingin kabur. Niat itu baru terlaksana pada awal Juni lalu.

Dia melarikan diri dari rumah mertuanya dengan menaiki bus.

"Saya stop bus yang lewat. Turun di terminal bus Wuji. Terus saya stop taksi minta diantar ke kantor polisi setempat. Saat itu saya tidak bawa paspor," tuturnya.

"Saya sampai di kantor polisi di Provinsi Hebei. Tapi saya malah ditahan dan ditanya ngapain di sini. Saya bilang, saya menikah tapi tidak bawa paspor. Saya bilang tolong hubungi KBRI," lanjutnya.

Saat seorang staf KBRI menyambanginya di kantor polisi, Mon menceritakan semua kisahnya, termasuk menjadi korban kekerasan fisik.

Polisi setempat pun tahu alasannya kabur.

"Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," katanya.

Singkat cerita, Mon lagi-lagi kabur dari apartemen itu. Dia lalu menghubungi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Mahadir.

Di sana, dia dibantu mengurus kepulangan ke Indonesia.

"Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," katanya.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat, sejak April 2019, ada 13 perempuan asal Kalimantan Barat yang diduga menjadi korban perdagangan orang.

Dari jumlah itu, sembilan perempuan sudah dipulangkan.

Sementara itu, di Jawa Barat tercatat ada 16 perempuan yang menjadi korban serupa.

Untuk kasus Mon, orangtuanya sudah melapor ke kepolisian setempat pada 10 Desember 2018 atas sangkaan tindak pidana perdagangan orang.

Seorang perempuan bernama Juliana alias Ayut yang diduga sebagai agen perekrut telah diadukan.

Sekretaris Jenderal SBMI Bobby Alwi berharap polisi mampu membongkar sindikat perdagangan orang di Kalimantan Barat, terutama para perekrut di dalam negeri.

"Kalau jaringan di sini bisa dimatikan, mak comblang atau agen perekrut itu juga akan mati dengan sendirinya," ujar Bobby.

Baca Juga: Didekati Banyak Pria Tapi Belum Ada yang Nyantol, Terungkap Alasan Luna Maya Pertahanankan Status Jomblonya

Bobby berharap, pemerintah daerah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kawin kontrak dengan warga negara asing.

"Kalau hanya upaya penanganan, kami kerepotan. Yang harus diperkuat pencegahan lewat sosialisasi kepada masyarakat," katanya.

Juru bicara Polda Kalimantan Barat, Donny Charles Go, mengatakan, sindikat perdagangan orang di wilayahnya sudah tercium lama kendati sulit untuk menjerat para pelaku sampai ke bui karena kurangnya bukti di pengadilan.

"Pada 2018 juga pernah tangani TPPO, tapi kami kesulitan pembuktian karena memang pihak jaksa punya standar sendiri.

Ya pelakunya lepas karena dari jaksa menilai belum cukup bukti," ujar Donny.

Meski demikian, pada pertengahan Juni lalu Polda Kalimantan Barat membongkar sindikat perdagangan orang dengan modus kawin kontrak.

Dari kasus itu, seorang pelaku yang diduga sebagai perekrut dan penampung korban perempuan dijadikan tersangka.

Dari penangkapan itu pula, polisi menyerahkan tujuh warga China ke pihak imigrasi untuk dideportasi karena menyalahi aturan visa.

"WNA itu dikirim ke imigrasi karena penyalahgunaan visa. Datang ke sini sebagai turis, tapi malah melangsungkan pernikahan," ungkapnya.

Dari pengakuan tersangka yang merupakan warga lokal, dia telah beberapa kali "mengirim" perempuan ke China. Namun, berapa jumlahnya masih diselidiki.

Tersangka itu, lanjut Donny, diancam dengan UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara Donny juga berharap, pemerintah daerah tak menyepelekan fenomena kawin kontrak dan mengimbau warganya agar tak mudah diiming-imingi janji oleh orang tak dikenal.

"Bagaimana memberi penyuluhan ke warga karena di saat kami mengimbau dan memproses hukum, warga sendiri rentan dibujuk ke sana, mudah diming-imingi," ujarnya.

Baca Juga: Harta Ludes Hingga Terserang Stroke, Fahmi Bo Terpaksa Jualan Gorengan Keliling dan Jadi Supir untuk Menyambung Hidup

Baca Juga: Infeksi Lambung Renggut Nyawa Torro Margens, Buah yang Sering Dikonsumsi Ini Bisa Jadi Pemicunya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengakuan Mon, Perempuan Indonesia yang Dijual ke China untuk Dikawinkan",