Find Us On Social Media :

Berkorban Tinggalkan Keluarga di Yogyakarta untuk Mengabdi di Pedalaman Papua, Seorang Dokter Gugur saat Kerusuhan Terjadi di Wamena

By Veronica Sri Wahyu Wardiningsih, Kamis, 26 September 2019 | 16:20 WIB

Kerusuhan di Wamena berakhir ricuh

GridPop.ID - Kerusuhan yang di Wamena terjadi pada Senin (23/9/2019) lalu.

Bukan hanya menimbulkan kerugian material, kerusuhan juga menimbulkan korban berjatuhan.

Di balik kerusuhan tersebut, terdapat kisah seorang dokter yang gugur saat bertugas jauh dari keluarga.

Baca Juga: Awalnya Dianggap Biasa Saja, Seleb Kondang Ini Kaget Putrinya Bertahun-tahun Jalin Hubungan Khusus dengan Seorang Pria

Dikutip dari Kompas.com, kerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada Senin (23/9/2019), mengakibatkan kerugian material yang belum dapat ditaksir nominalnya.

Kerugian tersebut dikarenakan massa melakukan perusakan dan pembakaran terhadap bangunan dan kendaraan bermotor.

"Total yang dibakar adalah 5 perkantoran, 80 mobil, 30 motor dan 150 ruko," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal, di Jayapura, Rabu (25/9/2019).

Baca Juga: Didatangi Puluhan Orang saat Demo Ricuh, Warga yang Rumahnya Jadi Tempat Berlindung Akui Merasa Senang Bisa Tolong Mahasiswa: Kita Nggak Tega

Diberitakan oleh Kompas.com, Kamis (26/9/2019), dunia Kesehatan Papua berduka setelah salah satu dokter yang selama lima tahun terakhir bertugas di Kabupaten Tolikara, Papua, menjadi salah satu korban tewas kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya.

Namanya dr Soeko Marsetiyo (53 tahun). Dia berprofesi sebagai dokter umum yang bersedia meninggalkan keluarganya di Yogyakarta untuk melayani masyarakat di pedalaman Papua.

Sekretaris Dinas Kesehatan Papua dr Silwanus Sumule, SpOG(K) mengakui saat ini tidak mudah mencari seorang dokter yang bersedia ditugaskan di wilayah terpencil walau pada saat disumpah menjadi seorang dokter, mereka harus mau bertugas di mana pun dan dalam kondisi apa pun.

Baca Juga: Dipuji Penumpang karena Dilamar Kekasihnya Saat Penerbangan, Seorang Pramugari Malah Dipecat Perusahaan Tempatnya Bekerja, Cerita Dibaliknya Bikin Shock!

Namun, hal ini berbeda ketika dr Soeko datang ke Papua sekitar tahun 2014.

"Saya tidak terlalu tahu dia sebelumnya bertugas di mana, tetapi ketika dia datang di Papua dia langsung bertugas di Tolikara dan memang dia meminta pelayanannya di daerah yang terisolir," tuturnya saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (26/9/2019).

Silwanus menilai, dengan usia yang tidak muda lagi, seorang dokter biasanya sudah ingin merasakan kehidupan yang nyaman.

Tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi dr Soeko yang terus bersikeras untuk tetap mengabdi di pedalaman Papua.

Baca Juga: Dulu Dipuja dan Jadi Idola, Begini Kondisi Denada Tinggal di Rumah Samping Gang Sempit Dekat Kuburan, Kamarnya Jadi Sorotan!

"Itu luar biasa, beliau mau mengabdi di daerah yang sulit di usianya sekarang 53 tahun. Biasanya orang sudah meminta di kota, dia masih meminta untuk bertahan di daerah yang terisolir," kata Silwanus.

Dunia kedokteran berduka

Tewasnya dr Soeko pada 23 September 2019 setelah sebelumnya sempat mendapat penanganan medis di RSUD Wamena merupakan duka bagi seluruh insan kesehatan di Papua.

Silwanus memastikan seluruh insan kesehatan di Papua akan memberikan penghormatan terakhir kepada dr Soeko sebelum jenazahnya akan dikembalikan ke pihak keluarga.

"Ini betul-betul menjadi duka untuk dunia kedokteran, lepas dari semua persoalan yang ada, dalam pelayanan kesehatan kita tidak bicara politik, itu norma di dunia kesehatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kita tanpa memandang Anda dari golongan mana, yang utama itu keselamatan pasien," ujarnya.

Baca Juga: Bongkar Rahasia Masa Lalu, Nita Thalia Blak-blakan Ungkap Kelakuan Asli Raffi Ahmad yang Pernah Menawarinya Jadi Istri Kedua

Menurut Silwanus, jenazah dr Soeko ketika tiba di Jayapura akan dibawa dulu ke RS Bhayangkara untuk identifikasi.

"Setelah itu akan ada penghormatan dari semua insan kesehatan yang ada di Papua. Kita akan letakkan jenazah di Dinas Kesehatan dan ketika semua urusan teknis selesai, rencananya kita akan kirim jenazah ke keluarganya di Yogya," katanya.

Kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan

Informasi mengenai tewasnya dr Soeko juga mendapat perhatian khusus dari kantor perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua.

Profesi dr Soeko sebagai seorang pekerja kemanusiaan seharusnya bisa mendapat perlindungan lebih dari semua pihak.

Baca Juga: Merasa Ada Tak Beres dengan Diri Sendiri, Maia Estianty Sampai Harus Temui Psikiater Setelah Diceraikan oleh Ahmad Dhani Lewat SMS, Ada Apa?

Karena itu, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Fritz Ramandey menganggap tewasnya dr Soeko saat kerusuhan Wamena sebagai sebuah kejahatan yang tidak biasa.

"Jadi kalau ada kejahatan ditujukan kepada para guru, tenaga medis, ini kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan karena ini dikategorikan kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan," tuturnya.

Dari sedikitnya jumlah pekerja kemanusiaan yang dengan suka rela meminta bertugas di wilayah pedalaman, tewasnya dr Soeko menjadi duka bagi seluruh masyarakat Papua.

"Sangat sangat disayangkan dan Komnas HAM menyampaikan turut berdukacita," kata Fritz yang saat ini tengah berada di Wamena.

Hingga Rabu (25/9/2019), total korban tewas kerusuhan Wamena sebanyak 32 orang dan 75 luka-luka.

Baca Juga: Geger Foto Jadul Fahri Hamzah Hingga Fadli Zon Ikut Demo Mahasiswa 98: Aku yang Dulu Bukan yang Sekarang!

Kemudian 80 kendaraan roda empat, 30 kendaraan roda dua, 150 rumah dan pertokoan, serta 5 perkantoran hangus terbakar.

Saat ini sekitar 5.000 warga Wamena memilih mengungsi di 4 titik pengungsian yang ada. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Dokter Soeko, Bertugas di Pedalaman Papua, Wafat dalam Kerusuhan Wamena"