GridPop.ID - Masyarakat Indonesia percaya adanya sosok-sosok tak kasat mata yang selalu berada di segala tempat.
Tak sedikit fenomena yang terjadi di masyarakat selalu dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Salah satunya yang terjadi di daerah Tegal ini di mana seorang anak kecil sempat 'hilang' hingga diduga disembunyikan lelembut.
Diberitakan Tribun Jateng, seorang anak bernama Sri Wahyuning pernah hilang selama tiga jam dan mengaku disembunyikan oleh wewe gombel atau kalong wewe.
Sang ibunda, Darwati (50) mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada Senin (28/10/2019) seusai magrib atau sekitar pukul 18.00 WIB.
Saat itu, dirinya dang sang suami, Rosidin (56), sehari-hari berjualan soto di rumahnya.
Mereka tinggal di Jalan Temanggung RT 02 RW 05 Kelurahan Margadana, Kecamatan Margadana, Kota Tegal.
Darwati bercerita saat kejadian ia sedang melayani pembeli di waktu magrib.
Sedangkan anaknya, Yuni, sedang bermain-main di depan rumah.
Di waktu yang sama, Darwati bertanya kepada pelanggannya ke mana anaknya pergi.
"Mas, anak saya ke mana?" cerita Darwati.
Namun, saat itu Darwati justru tak menemukan keberadaan anaknya tersebut.
Darwati mencari ke tempat biasanya sang anak bermain namun tak juga menemukan Yuni.
Sempat terbesit rasa khawatir jika anaknya hilang karena diculik orang lain.
"Anaknya tidak ada. Biasanya main ke kali. Saya cari di mana- mana tidak ada. Di rumah temannya tidak ada, di kali tidak ada. Saya khawatir, kalau anak saya diculik orang," Darwati bercerita saat ditemui Tribunjateng.com, Minggu (3/11/2019).
Suami Darwati juga tidak mengetahui keberadaan anaknya.
Kemudian, ada seorang ustad yang mengatakan bahwa anak Darwati masih berada di kampung namun sedang diajak 'muter-muter'.
Ia dan warga kampung lantas berupaya mencari sembari membawa panci dan peralatan dapur. Namun sayangnya, Yuni masih belum bisa ditemukan.
"Terakhir saya lihat depan rumah. Biasanya Yuni di kasur sama bapaknya, nonton televisi," ungkapnya.
Di saat orang-orang kampung sibuk mencari anaknya, Darwati teringat pesan orang-orang dahulu kala.
Pesan tersebut berisi jika ada anak yang dibawa kalong wewe, orangtuanya harus telanjang.
Tanpa pikir panjang, Darwati lalu ke kebun yang berada persis di samping rumah, telanjang dan berposisi menungging.
"Aku kemutan mertuaku yang dahulu anake pernah digawa kalong wewe, kudu wuda. Akhire aku maring kebun. Aku wuda, kutang tak copot, cawet tak plorotna. Trus aku njipling atau nungging (aku ingat mertuaku yang dulu anaknya pernah dibawa kalong wewe, harus telanjang. Akhirnya aku datang ke kebun. Aku telanjang, BH dilepaskan, celana dalam dilepas. Lalu aku nunggung)," kata Darwati dalam bahasa Tegal.
Ternyata setelah Darwati melakukan itu semua, ia merasakan kehadiran anaknya.
Namun, ia hanya mendengarkan suaranya saja menyebut 'Ma' tanpa ada wujud sang anak
Tidak lama setelah itu, sekitar pukul 20.30 WIB, Yuni tiba-tiba sudah ada di belakang pintu rumah.
"Di kebon aku maca, Ya Allah. Ada suara, 'Ma'. Sawise, njebule bocahe ana ning mburi lawang (di kebun aku baca, Ya Allah. Ada suara 'Ma'. Lalu, ternyata anaknya ada di belakang pintu)," jelasnya.
Darwati menjelaskan saat Yuni ditemukan, anaknya justru terdiam seperti linglung.
Saat ditanya, Yuni mengaku ada orang besar yang membawanya ke kali (sungai).
Setelah itu, Yuni mengaku dirinya dimandikan namun tidak diantar kembali pulang.
Yuni juga tidak sadar kalau tiba-tiba ia sudah ada di belakang pintu rumah.
"Dibawa orang gede. Dibawa ke kolam terus dimandikan. Suasanya gelap," kata anak usia lima tahun itu.
Boleh percaya atau tidak, peristiwa bocah diculik wewe gombel mungkin sudah berulang kali terjadi.
Ada tidaknya wewe gombel ini pun mungkin masih menjadi tanda tanya bagi sebagian orang yang tidak percaya.
Namun, seorang Juru Kunci pernah memaparkan ada 40 jenis hantu dari berbagai wilayan di Indonesia, termasuk wewe gombel.
"Di Jawa berdasarkan cerita ada lelembut. Jenisnya beragam seperti Genderuwo, Wewe, Peri, dan Banaspati," kata Sunu Wasono, dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) dihubungi Kompas.com, Senin (15/10/2018).
Hantu-hantu lain adalah Akar Mimang dari Jawa, Banyu dari Samarinda, Jerangkong dari Jawa, Orang Pote dari Bawean, Palasik dari Minangkabau, Begu Ganjang dari Sumatra Utara, Kuyang dari Kalimantan, Banaspati dari Jawa, serta Peri dan Lampor dari Jawa.
Meski hantu dalam imaji orang Indonesia beragam, kini tinggal sedikit yang masih menghantui hidup manusia, baik nyata lewat cerita mulut ke mulut ataupun di layar kaca.
Pocong, kuntilanak, dan wewe adalah tiga yang saat ini masih sering diceritakan mulut ke mulut maupun di layar kaca. Di film, malah ada sejumlah hantu-hantu baru hasil kreasi manusia, stan budeg misalnya.
Menurut dosen Sastra yang membuat disertasi tentang dongeng lelembut, cerita hantu mencerminkan pandangan atau kepercayaan masyarakat karena bersinggungan dengan kehidupan dan kematian.
Orang Jawa mempercayai dua konsep kematian. Pertama, kematian baik seperti meninggal karena usia sudah tua, meninggal saat melahirkan atau dilahirkan. Kedua, kematian yang tidak lumrah karena kecelakaan atau mati bunuh diri.
Banyak yang percaya, orang yang meninggal dengan alasan tidak lumrah akan terus bergentayangan dan menjadi lelembut.
Baca Juga: Tak Nyaman dengan Keringat Berlebih Saat Hamil? Ternyata Begini Cara Mengatasinya, Terbukti Ampuh!
Entah dari mana cerita rakyat tersebut lahir dan terus berkembang, Sunu meyakini bahwa cerita te berusrkembang karena kepercayaan masyarakat.
"Banyaknya jenis makhluk halus di Indonesia berakar dari keyakinan bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan kita. Akarnya dari tradisi lama," ungkapnya.
Saat ini, film dapat berperan sebagai media untuk mengenal dan memahami bagaimana kekayaan tradisi yang kita punya.
Tak terkecuali dengan cerita rakyat makhluk halus.
"Semua hal bisa digarap untuk film, enggak apa-apa. Pada waktu tertentu orang mungkin akan bosan kalau (pola) sama. Mungkin bisa dibuat yang menarik dengan pola berbeda," katanya. (*)