Find Us On Social Media :

Inilah Problem Pelayanan Kesehatan di Kawasan Kepulauan

By None, Kamis, 7 November 2019 | 13:30 WIB

Begitu meninggal dunia sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat jenazah Rosana tidak dibawa pulang tetapi dimakamkan di Sumbawa. Bagi warga kepulaun itu ada semacam pantangan perahu digunakan untuk membawa jenazah. “Masyarakat yang ada di pulau sini seperti itu. Jadi mau tak mau jenazah mendiang Ibu Rosana dimakam di seberang,” papar Nike yang sampai saat ini bila teringat peristiwa tersebut tak bisa membendung air matanya.

Sebagai masyarakat kepualauan Nike meminta pemerintah turun tangan secara serius menyediakan sarana kesehatan yang merata sekaligus dengan seorang dokter. Agar kejadian seperti Rosana itu tidak terulang. “Yang dialami Rosana ini adalah satu dari sekian kejadian yang seringlkali terjadi,” kata Nike yang gajinya sebagai tenaga bidan harian lepas Rp 500 ribu per bulan itu pun baru diterima setiap 3 atau 4 bulan sekali.

MENINGGAL DI PERJALANANKisah memilukan tentang minimnya pelayanan kesehatan itu juga dialami oleh Syahri Rudi, warga Desa Sailus, Kecamatan Liukang Tangaya, Pangkep. Mendiang Syahri pada tahun 2018 lalu meninggal diatas kapal dalam perjalanan dari Sailus menuju Makassar, setelah terkena serangan stroke mendadak. “Bapak meninggal dunia diatas kapal perintis menuju Makassar,” kata Ny. Darmawan, istri Syahri ketika ditemui di rumahnya di Desa Sailus.

Apa yang dialami oleh Syahri adalah sebuah ironi. Bapak dua anak tersebut adalah adalah perawat senior yang telah puluhan tahun mengabdikan dirinya sebagai tenaga kesehatan bagi warga masyarakat kepulauan. Tetapi meski dirinya sebagai pejuang kesehatan tetapi akhirnya harus meninggal dunia di atas kapal ketika berjuang mencari kesembuhan ke Makassar.

Pada tahun 1982, Syahri pindah dari Pulau Sapuka, untuk mengabdikan diri menjadi tenaga perawat di Pustu Pulau Sailus. Kendati saat itu Sailus jauh terbelakang, namun tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk mengikhlaskan diri mengabdikan untuk masyarakat di wilayah kepulauan itu.

Setiap hari masyarakat kepualauan datang kepadanya untuk mencari kesembuhan. Karena saat itu tenaga medis sangat langka, sehingga mau tak mau dalam kondisi tertentu dirinya dituntut berperan ganda untuk menghadapi berbagai jenis sakit yang diderita masyarakat.

Bahkan demi bisa melayani dan mengobati pasien dari satu pulau ke pulau lain, Syahri membuat sampan atau perahu kecil sebagai sarana transportasi untuk menjangkau berbagai pulau kecil lainnya. Ia tak peduli dengan keselamatan diri sendiri saat harus berjuang menembus ganasnya gelombang.

Semua itu bukan semata-mata mencari imbalan. Karena ketika mengobati pasien, Syahri sama sekali tidak penah mematok tarif jasanya, bahkan bagi pasien tidak mampu dia sengaja menggratiskan. “Bapak tidak mencari duit semata, tetapi lebih mengutamakan kemanusiaan,” papar Darmawan, yang bertemu dan menikah dengan Syahri di Desa Sailus.

Karena kedekatannya dengan masyarakat, ketika menjelang masa pensiun sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas pun, masyarakat dari berbagai pulau masih kerap datang ke rumahnya untuk mencari kesembuhan. “Tetapi, kalau pas jam kerja bapak tidak mau melayani. Bapak minta pasien datang ke Puskesma di Desa Sailus yang sekarang memang sudah ada tenaga perawat dan bidan. Bapak baru mau melayani diluar jam dinas,” imbuh Darma yang dikaruniaia dua anak dalam pernikahannya dengan mendiang Syahri.

Namun suatu hari pada tahun 2018 sebuah peristiwa terjadi. Tiba-tiba ketika sedang tidur siang suaminya terkena serangan stroke. Singkat cerita, karena saat itu bertepatan datang kapal perintis ke pulaunya, maka suaminya langsung diboyong naik menuju rumah sakit di Makassar agar mendapat perawatan.Karena suaminya sudah sangat dikenal pengabdiannya, sehingga selain tenaga kesehatan dari Puskesmas sampai camat dan perangkat desa ikut mengantarkan ke Makassar. Tetapi Tuhan berkehendak lain, setelah sehari semalam diatas kapal keesokan, masih harus setengah hari lagi sampai Makassar Syahri meninggal dunia.

“Kami semua tidak bisa berbuat sesuatu kecuali hanya sedih,” papar Darma sambil mengatakan seandainya di wilayah kepulauan tempat tinggalnya ada dokter dan sarana kesehatan memadai, maka peristiwa yang menimpa suamimya tidak akan terjadi.

BUTUH 100 RUMAH SAKIT TERAPUNG