GridPop.ID - Dijuluki sebagai predator setan, kasus pemerkosaan yang menjerat Reynhard Sinaga sontak menjadi sorotan publik.
Melihat tindakan keji Reynhard Sinaga yang tampak seperti tak memiliki hati nurani, publik pun mulai curiga dan menuding Reynhard sebagai seorang psikopat.
Bahkan, seorang psikiater membeberkan gelagat Reyhard yang menunjukkan tanda-tanda seorang psikopat.
Kasus pemerkosa berantai di Inggris asal Indonesia bernama Reynhard Sinaga tengah hangat diperbincangkan.
Hal itu terjadi setelah pemberitaan Reynhard Sinaga, yang berusia 36 tahun, dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester di Inggris beredar luas.
Reynhard Sinaga diketahui melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, dalam rentang waktu dua setengah tahun sejak 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.
Hakim Suzzane Goddard dalam putusannya pada Senin (6/1/2020) menyebutkan Reynhard “sama sekali tidak menunjukkan penyesalan” dan “tidak mempedulikan kondisi korban” ketika melakukan aksinya.
Kasus ini membuat sosok Reynhard Sinaga sendiri banyak dikulik, termasuk apakah ia seorang psikopat.
Pasalnya, menurut pejabat konsuler KBRI Gulfan Alfero, Reynhard Sinaga sama sekali tidak merasa bersalah atas kasusnya.
"Saya tiga kali bertemu [di penjara], Reynhard tak terlihat dalam kondisi stres. Dia happy, sehat, tenang, dia tahu kasus yang dihadapi. Dia tidak menyampaikan penyesalan karena dia menyatakan tidak bersalah dan tidak merasa terbebani atas kasusnya. Dia terlihat biasa biasa saja," kata Gulfan.
Dilansir dari Kompas.com, dr. Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ selaku Dokter Spesialis Kejiwaan mengatakan kemungkinan tersebut cukup besar.
“Jika disebut dia (Reynhard) seorang psikopat, dilihat dari ciri-cirinya, bisa saja. Psikopat berarti orang tidak bisa merasakan perasaan. Tidak bisa empati, tidak bisa merasakan senang atau kaget atau kecewa,” tutur dr Dharmawan kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2020).
Psikopat adalah bagian dari kepribadian disosial (antisosial).
Seorang psikopat juga memiliki respon yang lambat.
Baca Juga: Temukan Kejanggalan, Rizky Febian Tak Tinggal Diam dan Laporkan Kematian Ibunya ke Polisi
“Dia tidak peduli dan tega untuk melanggar hukum. Tidak memedulikan aspek-aspek atau kondisi orang lain atau lingkungan. Semata-mata agar tujuan dia bisa tercapai,” paparnya.
dr Dharmawan menjelaskan bahwa psikopat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan.
Psikopat merupakan personality disorder (gangguan kepribadian) yang sebelumnya dicirikan dengan adanya personality traits (ciri kepribadian).
“Faktor genetik atau bawaan punya andil, tapi sifat itu (psikopat) diasah lewat pola asuh,” lanjutnya.
dr Dharmawan menyebutkan bahwa sulit untuk menyembuhkan psikopat. “Sifatnya menjadi satu dengan diri kita. Kalau mau disembuhkan, penderita harus di bawah 18 tahun,” tambahnya.
dr Dharmawan menjelaskan bahwa perilaku pemerkosaan yang dilakukan secara brutal oleh Reynhard itu lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan seksual.
“Saat memerkosa dia merekam dan melakukannya berkali-kali, itu berarti bukan sekadar kebutuhan seksual. Itu penyimpangan seksual. Dia mau melakukan itu dengan lawan yang tidak sadar,” tuturnya.
Penyimpangan perilaku seksual bukan berarti penyimpangan orientasi seksual.
"Bukan masalah orientasi seksualnya sebagai gay, tapi penyimpangan perilaku seksualnya. Perkosaan itu kan tindakan agresivitas, ditambah lagi dengan tindakan merekam dan fantasi seksual lainnya,” tutup dr Dharmawan.
Beda Psikopat dengan Sosiopat
Istilah psikopat dan sosiopat memang sering disematkan pada orang-orang yang bertindak kejam dan sepertinya tidak punya hati nurani.
Dilansir dari Verywellmind, 16 Agustus 2019 via Kompas.com, secara klinis, orang-orang dengan psikopati atau sosiopati menunjukkan karakteristik gangguan kepribadian antisosial (APD) yang ditandai dengan ketidakpedulian akan hak dan perasaan orang lain.
Namun, sosiopati dan psikopati adalah dua tipe APD berbeda dengan karakteristik masing-masing.
Salah satu perbedaan paling mendasar dari kedua tipe ini adalah hati nurani.
Dilansir dari WebMD, 24 Agustus 2014; psikolog dari Sacramento County Mental Health Treatment Center, L. Michael Tompkins, EdD, menyebut bahwa seorang psikopat tidak memiliki hati nurani.
Kalaupun seorang psikopat berbohong, dia tidak akan merasakan beban moral apa pun, meskipun dia bisa berpura-pura jika ketahuan.
Sebaliknya, seorang sosiopat biasanya memiliki hati nurani meskipun lemah.
Jika mencuri, seorang sosiopat mungkin akan merasa bersalah, tetapi rasa bersalah ini tidak cukup untuk menghentikan perilakunya.
Keduanya juga tidak memiliki empati atau kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, tetapi seorang psikopat bahkan sama sekali tidak peduli pada orang lain dan menganggap orang lain sebagai obyek yang bisa dimanfaatkan.
Perbedaan lainnya adalah perilaku mereka dalam lingkungan sosial.
Seorang psikopat lebih sulit untuk dideteksi karena mereka bisa tampak pintar, berkarisma dan menirukan emosi.
Tompkins menyebut psikopat sebagai "aktor lihai yang misi utamanya adalah memanipulasi orang lain untuk keuntungan pribadi".
Sebaliknya, seorang sosiopat sering kali tidak mampu berpura-pura, dan sering menyalahkan orang lain atas perilaku mereka sendiri.
Perbedaan ini membuat beberapa pakar menganggap sosiopat sebagai orang yang berkepala panas, sementara psikopat sebagai orang yang berhati dingin.
Anggapan lainnya tentang psikopat dan sosiopat adalah bahwa sosiopati itu bisa dipelajari, sedangkan psikopati merupakan bawaan.
Akan tetapi, para pakar sepakat bahwa meskipun komponen genetik, seperti kurang berkembangnya bagian otak yang mengatur emosi dan impulsivitas, berperan dalam psikopati; ada faktor-faktor lain yang memengaruhi terbentukan gangguan kepribadian ini.
Sebuah artikel penelaahan yang dipublikasikan dalam International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology pada tahun 2000, misalnya, menemukan bahwa psikopat sering kali memiliki riwayat kehidupan keluarga atau lingkungan rumah tangga yang rentan kekerasan dan narkoba.
Meski demikian, penelitian juga menemukan bahwa bawaan mungkin lebih berperan dalam pembentukan seorang psikopat daripada sosiopat.
Pasalnya, hasil penelaahan yang dipublikasikan dalam The Canadian Journal of Psychiatry pada 2015 menemukan bahwa sepertiga dari orang-orang yang didiagnosis dengan sosiopati bisa menghentikan perilaku antisosialnya dan membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain.(*)