GridPop.ID - Warga Kota Bandung digegerkan dengan kabar pelecehan seksual sesama jenis yang terjadi di dalal Rutan Perempuan.
Peristiwa ini terjadi awal Januari di Rutan Perempuan Klas II A Bandung.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, adalah VA (22) wanita yang menjadi korban pelecehan seksual sesama jenis dalam Rutan tersebut.
VA diketahui divonis dua tahun penjara oleh pengadilan DKI Jakarta lantaran melakukan tindak pidana penipuan.
Ia menceritakan insiden yang menimpanya dalam sebuah surat.
Dalam surat tersebut VA menceritakan bahwa pelecehan itu terjadi saat dirinya sedang tidur.
"Awalnya saya tidur di tengah. Tiba-tiba teman saya minta pindah dan saya iyakan," katanya dikutip dari Tribunnews.com.
Namun, sekitar pukul 02.00 WIB, VA terbangun karena merasakan sesuatu yang janggal. "Ada yang mengusap rambut saya.
Saya masih berpikir itu adalah rasa sayang sebagai teman. Tapi lama-lama saya risih karena dia mencium pipi dan bibir saya," tulis VA.
Karena tahanan itu terus menciuminya, ia pun berontak.
"Saya yang tadinya pura-pura tidur langsung bangun dan pergi ke kamar mandi, dan dia pura-pura tidur.
Kemudian saya bangunkan teman saya untuk pindah posisi," tulis VA.
VA yang tidak terima mendapat perlakuan seperti itu karena ia tidak menyukai sesama jenis kemudian melaporkannya ke petugas.
"Saya melapor karena orientasi seksual saya masih normal. Saya enggak belok (lesbi). Kalau belok, ya saya enggak laporan," ujarnya.
Laporan VA langsung ditindaklanjuti oleh petugas Rutan Kelas IIA Bandung.
Pelaku pelecehan seksual pun langsung dimasukan ke sel isolasi selama sepekan sesuai dengan aturan dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Melansir dari TribuJabar.id, Perilaku seksual menyimpang yang terjadi di kamar penjara sudah menjadi rahasia umum.
Beberapa waktu lalu, hal ini bahkan sempat pula diakui Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jabar, Liberti Sitinjak.
Saat itu, ia mengatakan, kondisi lapas dan rutan yang kelebihan kapasitas menjadi penyebabnya.
"Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya, muncul homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti dalam acara penguatan pelaksanaan tugas pelayanan, penegakan hukum dan HAM bagi pegawai Kanwil Kemenkumham Jabar di Sport Arcamanik, pertengahan tahun lalu.
Meski demikian, Liberti menolak mengungkap persentase napi dan tahanan yang menderita penyimpangan seksual, serta di lapas dan rutan mana saja hal itu terjadi.
"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimanapun, seseorang yang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada, tapi tidak etis saya buka," ujar Sitinjak.
Ditemui pada acara yang sama, seorang petugas salah satu lapas di Kota Bandung, mengaku pernah memergoki aktivitas menyimpang itu.
"Pernah melihat perilaku homoseks seperti itu. Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas itu.
Biasanya, kata dia, perilaku itu terjadi di kamar tahanan saat siang hari. Kalau malam hari, umumnya napi sudah berada di dalam kamar.
"Siang hari, saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet. Perbuatannya, intinya, tidak normal. Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur," ujarnya. (*)