2. Membantu nelakukan ganti kelamin sebagaimana poin 1 hukumnya haram;
3. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi pergantian alat kelamin sebagaimana poin 1 tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar’i terkait pergantian tersebut;
4 . Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin sebagaimana poin 1 adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti belum dilakukan operasi ganti kelamin, mesti telah memperoleh penetapan pengadilan.
B. Penyempurnaan Alat Kelamin
1 . Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang *khantsa* yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui proses operasi penyempurnaan alat kelamin, maka hukumnya diperbolehkan;
2. Membantu melaksanakan penyempurnaan alat kelamin seperti dimaksud poin 1, diperbolehkan;
3 . Pelaksanaan operasi penyempurnaan seperti dimaksud poin 1 itu harus berdasarkan atas pertimbangan medis bukan hanya pertimbangan psikis semata;
4. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi yg dimaksud poin 1 dibolehkan sehingga memiliki implikasi hukum syar’i terkait penyempurbaan tersebut;
5. Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi domaksud poin 1 adalah sesuai dengan jenis kelamin setelah penyempurnaan sekalipun belum mendapat penetapan pengadilan terkait perubahan status tersebut.