"Itu sangat, sangat cepat bertindak dengan cara yang tampaknya cukup ekstrem pada saat itu tetapi kemudian terbukti agak masuk akal," kata Prof Guy Thwaites, direktur Unit Penelitian Klinis Universitas Oxford (OUCRU) di Kota Ho Chi Minh, yang bekerja dengan pemerintah dalam program penyakit menularnya.
Vietnam memberlakukan langkah-langkah yang negara-negara lain akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk melanjutkan langkah ini seperti pembatasan perjalanan, memantau dengan cermat dan akhirnya menutup perbatasan dengan China.
Langkah lainnya dengan meningkatkan pemeriksaan kesehatan di perbatasan dan tempat-tempat rentan penularan lainnya.
Sekolah ditutup untuk liburan Tahun Baru Imlek pada akhir Januari dan tetap ditutup hingga pertengahan Mei.
Operasi pelacakan kontak yang luas yang membutuhkan tenaga kerja dalam skala besar sedang berlangsung kala itu.
"Ini (Vietnam) adalah negara yang pernah menangani banyak wabah di masa lalu," kata Prof Thwaites, dari Sars pada 2003 hingga flu burung pada 2010 dan wabah besar campak serta demam berdarah.
"Pemerintah dan masyarakat sangat, sangat terbiasa menangani penyakit menular dan memperhatikan mereka, mungkin jauh lebih dari negara-negara kaya. Mereka tahu bagaimana menanggapi hal-hal ini."
Pada pertengahan Maret, Vietnam mengirim semua orang yang memasuki negara itu - dan siapa pun di dalam negara yang telah melakukan kontak dengan kasus yang dikonfirmasi - ke pusat karantina selama 14 hari.
Sebagian besar biaya ditanggung oleh pemerintah, meski pun akomodasi tidak selalu mewah, namun hal tersebut dilakukan guna mencegah penyebaran yang lebih masif.
Seorang wanita yang terbang pulang dari Australia - menganggap Vietnam sebagai tempat yang lebih aman - mengatakan kepada BBC News Vietnam bahwa pada malam pertama mereka hanya memiliki "satu tikar, tanpa bantal, tanpa selimut" dan satu kipas untuk ruang yang panas.
Kondisi ini menunjukkan bagaimana Vietnam telah sangat serius menangani calon wabah yang belum diketahui pada awal Januari.