Find Us On Social Media :

Belum Reda Hantaman Virus Corona, AS Kembali Dibuat Babak Belur dengan Demo Akibat Rasisme di Seantero Negeri hingga 'Perang Dingin' dengan China

By None, Rabu, 3 Juni 2020 | 19:45 WIB

Negara Amerika Serikat berada di urutan pertama dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak di dunia.

GridPop.ID - Negara Amerika Serikat kini tengah menghadapi berbagai persoalan pelik.

Belum reda kasus pandemi di AS, isu rasisme kembali menghujam negara yang dipimpin oleh Donald Trump ini.

Amerika Serikat seolah berada di ambang kehancuran akibat persoalan-persoalan ini.

Aksi protes akibat kematian George Floyd, ditambah kembali memanasnya tensi dagang dengan China diprediksi bakal menyeret perekonomian Negeri Paman Sam.

Kamis (28/5), Departemen Perdagangan AS mengumumkan, PDB AS sepanjang kartal I-2020 kontraksi 4,8%.

Baca Juga: Dulu Menolak Saat Disuruh Poligami, Ustaz Solmed Tiba-tiba Minta Dicarikan Perempuan Lain pada Istrinya Sendiri Karena Hal Sepele Ini, April Jasmine: Siapa yang Mau?

Posisi tersebut menjadi kontraksi terdalam setelah krisis ekonomi 2008, di mana saat itu AS mencatat pertumbuhan ekonomi negatif 8,4%.

Pandemi virus corona jadi faktor utama merosotnya ekonomi AS.

Ekspansi perusahaan yang minim akibat lockdown, sementara daya beli konsumen juga merosot lantaran lebih jutaan orang dipecat dan hanya berdiam diri di rumah.

Sayangnya, upaya pemulihan ekonomi AS yang baru saja dimulai dengan pembukaan sejumlah ritel, kini malah berakhir tragis.

Baca Juga: Jadi Cucu Orang Kaya di Indonesia hingga Punya Segudang Prestasi di Usianya yang Masih Kecil, Putri Nia Ramadhani Dijuluki Politikus Kecil karena Hal Ini, Apa Itu?

Hal ini muncul setelah sejumlah aksi protes yang berujung penjarahan di beberapa wilayah negara bagian.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sekitar 30 negara bagian terjadi setelah kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam yang mendapat kekerasan dari seorang polisi di Minneapolis.

Aksi protes yang terjadi di New York, Chicago, hingga Los Angeles disertai dengan sejumlah aksi perusakan hingga penjarahan.

Beberapa toko kenamaan hingga barang mewah seperti Nike, Adidas, Louis Vuitton hingga Kaws tak luput dari penjarahan.

Baca Juga: Shezy Idris Disebut Mantu Durhaka Usai Pisah Ranjang, Ternyata Inilah 5 Kesalahan Besar yang Tak Disadari Sering Dilakukan Menantu yang Bisa Sulut Amarah Mertua!

Perusahaan-perusahaan justru menilai hal ini lebih menakutkan dibandingkan efek yang diciptakan oleh pandemi.

“Orang-orang meyadari (pandemi) membuat pekerjaannya hilang atau tidak akan kembali dengan cepat."

"Ini semua diperparah dengan masalah rasialisme, dan menggambarkan bagaimana putus asa nya masyarakat AS,” kata Chief Economist Moody’s Mark Zandi dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Tak Terima Masa Lalu Suaminya Getol Diungkit Nagita Slavina, Istri Mantan Pacar Gigi Beri Komentar Menohok: Apa Tidak Bisa Buat Konten yang Tidak Menyakiti Pihak Lain?

Merebaknya aksi kekerasan ini bikin Amazon bakal mengurangi layanan pengiriman barangnya di kota-kota yang yang menjadi puncak aksi protes.

Target Corp, perusahaan ritel berlogo merah, juga telah kembali menutup sementara 32 tokonya di Minneapolis, puluhan lainnya akan menyusul ditutup. Sementara di Chicago, 135 properti di pusat bisnisnya juga ikut hancur akibat aksi protes.

Kematian Floyd sekaligus aksi protes atas hal tersebut juga menujukan tekanan rasialisme yang masih kuat di AS, ditambah penangan kesehatan dan distribusi kekayaan terhadap mereka.

Di New York misalnya orang Afrika-Amerika memiliki tingkat infeksi lebih tinggi dibandingkan ras lainnya.

Baca Juga: Tak Mau Telan Ludah Sendiri, Gading Marten Mengaku Pasrah dengan Rencana Tuhan Sekalipun itu Harus Rujuk Kembali dengan Gisel: Udah Belajar dari Kesalahan, Harusnya Akan Lebih Baik Lagi!

Sementara dari laporan McKinsey & Co disebut bahwa lebih dari 39% pekerjaan mereka berpotensi hilang akibat pandemi.

Di sisi lain, aksi Presiden Donald Trump pekan lalu yang menyatakan AS bakal menghilangkan sejumlah privilege buat Hong Kong, sekaligus memberikan sanksi bagi Hong Kong dan China jadi pemantik ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok.

Relasi antara kedua negara ini memang makin memburuk selama pandemi.

Trump kerap mengolok-olok negara-negara Asia, terutama Negeri Tirai Bambu sebagai sumber pandemi dan ketidakmampuan mereka melakukan penanganan dengan baik.

Baca Juga: Tak Terlihat Batang Hidungnya Usai Sensasi Jual Keperawanannya Dilaporkan ke Pihak Berwajib, Nikita Mirzani Berikan Komentar Pedas pada Sarah Keihl: Percaya Muka Kaya Gitu Masih Perawan? Aku Sih Enggak!

Sementara pernyataan Trump tersebut juga telah direspon China dengan memerintahkan perusahaan pelat merah agrikultur China yaitu Cofco, dan Sinograin untuk menunda pembelian bahan pertanian asal Negeri Paman Sam. (*)

Baca Juga: Selalu Tampil Sederhana dan Tak Pernah Pamer Kemewahan Meski Raup Miliaran Rupiah dari Honor Manggung, Didi Kempot Ternyata Tinggalkan Warisan Mewah dan Berharga Ini untuk Keluarga

 

Artikel ini pernah tayang di Intisari Online dengan judul 'AS Diambang Kehancuran, Sudah Babak Belur Dihajar Corona, Demo Rusuh Seantero Negeri Sampai 'Perang Dingin' dengan China Jadi Beban Tambahan'