Find Us On Social Media :

3 Tahun Silam Longsorannya Sebabkan Tsunami Setinggi 193 meter, Es Alaska yang Mulai Mencair Berpotensi Hasilkan Megatsunami, Begini Kata Iluwan!

By None, Selasa, 20 Oktober 2020 | 14:30 WIB

Barry Arm, Harriman Fjord, Alaska.

GridPop.ID - Kondisi Bumi saat cukup memprihatinkan.

Perubahan iklim yang cukup ekstrim dan pemanasan global yang terjadi memiliki pengaruh besar terhadi mencairnya lapisan-lapisan es di kutub Bumi.

Salah satunya Alaska, yang mana kondisi lapisan-lapisan es di sana perlahan mulai mencair.

Sekelompok ilmuwan telah memperingatkan tentang prospek bencana yang akan datang di Prince William Sound dalam surat terbuka pada Mei lalu yang ditujukan kepada Alaska Department of Natural Resources (ADNR).

Dikutip dari Science Alert, Senin (19/10/2020), tsunami dahsyat di Alaska, menurut ilmuwan, dipicu oleh longsoran batu yang tidak stabil setelah pencairan gletser yang kemungkinan besar akan terjadi dalam dua dekade mendatang.

Baca Juga: Statusnya Jadi Permaisuri Pebisnis Ulung, Inilah Penampakan Jet Pribadi Maia Estianty, Burung Besi Mewah yang Kerap Dipakai Istri Irwan Mussry untuk Plesiran ke Luar Kota

Bahkan, mereka khawatir hal itu dapat saja terjadi dalam 12 bulan ke depan.

Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana ini bisa terjadi.

Namun, yang jelas, para ilmuwan menyebut pencairan gletser (glacier retreat) di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.

Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, konsekuensinya bisa mengerikan.

Meski lokasinya terpencil, kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.

Baca Juga: Ngaku Anak Pinggiran Padahal Punya Aset Senilai RP 90 Miliar, Eko Patrio Pamer Sarapan Nasi Bungkus Bareng Istri

"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.

Dia mengatakan, berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing.

"Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan megatsunami," kata Dai.

Apabila perhitungan tersebut tepat, akibatnya mungkin tidak terpikirkan.

Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.

Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter.

Baca Juga: Naik Level Jadi Istri Pengusaha Saffron dengan Harga Jual Rp 2,3 Miliar Sekilo, Inilah Fakta Menarik Selebgram Sherel Thalib, Pendamping Hidup Taqy Malik yang Dipuji Habis-habisan Ayah Mertua

Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.

Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal.

Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut sering kali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut.

Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.

Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng.

Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, karena penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.

"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.

Baca Juga: Dulu Tolak Mentah-mentah Ajakan sang Mantan untuk Tampil di Televisi, Reino Barack Justru Senang Lakukan Adegan Ini Usai Jadi Suami Syahrini

Higman mengatakan jika gletser menyusut dengan sangat cepat, lereng di sekitarnya dapat mengejutkan.

Mereka mungkin gagal secara serempak alih-alih menyesuaikan secara bertahap.

Pemantauan berkelanjutan oleh banyak organisasi, termasuk ADNR, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan Survei Geologi AS mulai mengawasi perkembangan di Prince William Sound.

Pemantauan tersebut dilakukan untuk melacak pergerakan di atas Gletser Barry, dan untuk menyempurnakan prediksi tentang dampak dari megatsunami yang akan terjadi.

Pada pemodelan dalam laporan Mei yang belum ditinjau oleh sejawat menunjukkan potensi tsunami mencapai ketinggian ratusan kaki di sepanjang garis pantai dapat mengakibatkan kerusakan tiba-tiba.

Dampaknya akan menyebar ke seluruh Prince William Sound, teluk, dan fjord yang jauh dari sumbernya.

Kesimpulannya, dampak dari glacier retreat (kemunduran gletser) akan relatif cepat pada era perubahan iklim yang dapat menimbulkan ancaman tanah longsor dan tsunami yang serupa di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Alaska.

Baca Juga: Tak Jemawa Seperti Cewek TikTok yang Viral Usai Pamer Nongkrong di Mal, Deretan Artis Papan Atas Ini Justru Nikmati Kuliner Kaki Lima, Mulai Raffi Ahmad Hingga Anang Hermansyah

GridPop.ID (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Es Alaska Mencair, Ilmuwan Peringatkan Potensi Megatsunami"