Find Us On Social Media :

Bak Angin Segar di Tengah Pandemi, WHO Umumkan Obat Kedua yang Efektif Bagi Pasien Covid-19 Dengan Kategori Parah dan Kritis

By Luvy Octaviani, Kamis, 8 Juli 2021 | 11:23 WIB

(ilustrasi) virus corona yang bertahan dalam tubuh

Menurutnya, Roche harus berhenti mengikuti pendekatan bisnis seperti biasa dan mengambil langkah-langkah mendesak. Jadi, obat tersebut dapat diakses dan terjangkau oleh semua orang yang membutuhkannya. “Terlalu banyak nyawa yang dipertaruhkan,” ujat Potet.Sebagian besar obat antibodi monoklonal (mAbs) yang ada mahal. Jadi obat itu dikhawatirkan tidak terjangkau oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. MSF mengatakan sementara tocilizumab telah ada di pasaran sejak 2009, harganya tetap sangat tinggi di sebagian besar negara.

Baca Juga: Tertidur Sendirian di Kamar, Wanita ini Baru Sadar dan Menjerit Lihat Pria di Sampingnya Ternyata Bukan SuaminyaDalam dosis 600 mg yang dibutuhkan untuk Covid-19, harga kisarannya dari 410 dollar AS (Rp 5,9 juta) di Australia, 646 dollar AS (Rp 9,3 juta) di India, dan 3.625 dollar AS (Rp 52.5 juta) di Amerika Serikat. Sementara “Biaya untuk memproduksi tocilizumab diperkirakan setidaknya 40 dollar AS (Rp 579.894) per 400 mg dosis,” terang Potet. Sarilumab, obat antibodi monoklonal (mAbs) kedua yang direkomendasikan oleh WHO, dibuat oleh perusahaan farmasi AS Regeneron dan pembuat obat Perancis Sanofi. Produk tersebut dipasarkan dengan merek Kevzara. Regeneron telah mengajukan dan mendapat paten atas sarilumab dan formulasinya, di setidaknya 50 negara berpenghasilan rendah dan menengah, menurut MSF.WHO juga meminta produsen untuk mengurangi harga obat, menerima perjanjian lisensi non-eksklusif yang transparan atau mengabaikan hak eksklusivitas. “Pemblokir reseptor IL-6 (interleukin-6) tetap tidak dapat diakses dan tidak terjangkau untuk sebagian besar dunia,” kata Ghebreyesus. Menurutnya, distribusi vaksin yang tidak merata membuat orang-orang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah paling rentan terhadap infeksi parah Covid-19. “Jadi, kebutuhan terbesar obat-obatan ini adalah di negara-negara yang saat ini memiliki akses paling sedikit. Kita harus segera mengubah ini (harga yang mahal).”

Obat covid-19 rekomendasi WHO tersebut berdasarkan analisis data dari lebih dari 10.000 pasien yang terlibat dalam 27 uji klinis. GridPop.ID (*)