Ayah Jovan, Susanto Budi Winarno mengaku merasa sangat berat sekali atas pilihan anaknya.
Adalah keinginannya untuk mendukung harapan dan cita-cita Jovan.
“Menurut saya itu terlalu berisiko. Tapi saya juga tidak bisa membatasi ya antara ruang gerak saya dan dia,” ujar Susanto Budi Winarno melalui wawancara virtual Skype dengan VOA.
Lantas, mengapa Jovan memilih angkatan laut?
“Soalnya ditawarinya itu ya, kepikirannya itu,” kata Jovan sambil tertawa.
Setelah memutuskan menjadi tentara angkatan laut AS, Jovan lalu digembleng dengan pelatihan ketat selama dua bulan.
Bersama 20 orang lainnya, ia naik bus ke tempat pelatihan.
“Awalnya kaya santai gitu pas di bus, terus pas turun, ada satu (orang) pangkatnya Chief kalau enggak salah.
(Dia) langsung teriak-teriak, ‘Ayo turun! Ayo turun!’ Langsung kayak ngomong kotor gitu,” cerita tentara kelahiran tahun 2000 ini.
“Kayak dimarah-marahi,” tambahnya. Sebelum mulai pelatihan, Jovan diberi waktu 1 menit untuk menghubungi orang tuanya dan memberikan kata-kata terakhir sebelum dua bulan mengikuti pelatihan.
Selama pelatihan, Jovan harus bangun sekitar pukul 04.00 dan tidur pukul 22.00. Ia pun kerap diberi tugas untuk jaga malam sekitar 2-4 jam.
Pilih Jadi Teknisi Kapal Awalnya, Jovan merasa takut akan pilihannya menjadi tentara. “Soalnya kan ya, gimana ya, enggak kepikiran sekali. Kayak orang awam, kalau mikirnya tentara kan, pasti (ketat),” jelasnya.