GridPop.ID - Publik kini tengah menyoroti keberhasilan para atlet di ajang Olimpiade Tokyo 2020.
Pasangan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu merupakan atlet yang paling disorot di Olimpiade Tokyo 2020.
Seperti yang diketahui, Greysia Polii/Apriyani rahayu berhasil memenangkan medali emas dari cabang olah raga bulu tangkis.
Diberitakan GridPop.ID sebelumnya, atas keberhasilannya tersebut, Greysia/Apriyani dihujani deretan hadiah yang banyak.
Mulai dari uang miliaran rupiah, tanah, rumah dan apartemen hingga voucher gratis minum kopi seumur hidup dan saham dari influener Arief Muhammad.
Berbanding terbalik dengan pasangan ganda putri seorang mantan atlet nasional justru memiliki kehidupan yang jauh dari kesan mewah.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, seorang mantan atlet dayung nasional Abdul Razak kkinibekerja sebagai nelayan kecil di Desa Mola Bahari, Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Ia pernah mengharumkan nama Indonesia lewat olah raga dayung hingga ke kancah Internasional.
“Perasaan saya waktu itu sangat senang sekali, karena bisa mendapatkan medali dan membawa nama bangsa kita Indonesia di luar negeri,” kata Abdul Razak kepada Kompas.com, Kamis (12/8/2021).
Pada tahun 1989, ia mengikuti SEA Games di Malaysia dan berhasil mendapatkan empat medali emas.
Dalam perjalannya Abdul Razak sudah mengikuti berbagai kejuaraan di luar negeri mewakili Indonesia, seperti Asian Games di China 1990, serta SEA Games di Filipina dengan memperoleh berbagai medali baik emas dan perunggu. Ia juga mengikuti Olimpiade 1992 di Barcelona, Spanyol, sampai semifinal.
Namun, kesedihan ia rasakan ketika usai mengikuti kejuaraan dayung di Eropa, ia mendapat informasi bahwa istrinya meninggal dunia usai melahirkan.
“Saya pulang ke Wakatobi, tidak langsung pulang ke rumah, langsung saya ke kuburan istriku. Saya sedih, saya menangis. Saya tidur di sana (kuburan) ditemani keluarga, tapi itulah perjalanan,” tutur Abdul Razak.
Selama menjadi atlet dayung, Abdul Razak telah banyak mengumpulkan 48 medali, yakni 36 medali emas, delapan medali perunggu, dan empat medali perak.
pada tahun 1995, ia memilih untuk pensiun dari berbagai kejuaraan dan menjadi pelatih dayung untuk daerah Jawa Timur.
“16 tahun saya jadi pelatih di sana dan saya juga diangkat menjadi PNS, kerja di Dispora Jatim. Selama menjadi pelatih, banyak dapat medali dan penghargaan,” ucapnya.
Pada tahun 2000, ia dipanggil Gubernur Sultra La Ode Kaimoeddin, dan pindah ke Dispora Sultra. Setelah pensiun, ia kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Wakatobi, dan tinggal di rumah gubuk yang kecil dan telah retak-retak.
Gaji pensiun yang kecil tidak mencukupi untuk memperbaiki rumah dan tidak cukup memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sehingga ia beralih pekerjaan menjadi nelayan.
“Saya tidak punya perahu, saya memakai perahu keluarga saya. Saya jadi nelayan di sini, gaji pensiun kecil, mau beli perahu dengan mesinnya tidak cukup,” kata Abdul Razak.
Walau telah menjadi nelayan, ia tetap melatih anak-anak di sekitar rumahnya untuk menjadi atlet dayung.
Berkat tangan dinginnya, tujuh anak didiknya mendapatkan medali emas di ajang PON, dan ia rela walau harus menjual motor kesayangannya untuk modal ke Jawa Barat.
"Pada saat itu saya pernah melobi ke Provinsi Sultra, namun mereka bertujuh ini tetap tidak diterima, sehingga saya harus menjual motor yang baru dibeli dua minggu sebesar Rp 11 juta agar anak-anak ini saya antar ke Jawa Barat. Alhamdulillah di sana pelatih dari Belanda melirik mereka. Dan alhamdulillah mereka meraih medali emas di PON dan SEA Games saat itu,” ucapnya.
“Saya sangat berharap pemerintah daerah Wakatobi mau panggil saya untuk menjadi pelatih dayung karena banyak anak-anak di sini sudah diajarkan mendayung,” tutup Abdul Razak.
GridPop.ID (*)