Dilansir dari Kompas.com, Firman Kurniawan, pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia memberikan pendapatnya soal kehebohan ini.
"Jauh sebelum media sosial, orang itu memang suka bergunjing, ibu-ibu di tukang sayur, bapak-bapak ngobrol di warung kopi," ujarnya pada Kompas.com, Senin (06/08/2021).
Ia mengatakan, pakar sejarah Yuval Noah Harari, penulis buku Homo Sapiens, juga punya pendapat yang mendukung hal tersebut.
"Manusia itu bisa survive, bertahan, diantara yang lain, sampai sekarang itu karena kesukaan mengobrol, bergosip," terangnya.
Menurutnya, agak sulit menghentikan kesukaan seseorang untuk mengobrol. Terlepas apakah hal yang dibicarakan itu tidak terjamin kebenarannya, itu merupakan hak seseorang, jelas Firman.
Namun ia menambahkan, batasan seseorang untuk bertindak itu, termasuk berbicara dan bergosip, tergantung kebebasan orang lain pula.
"Pikiran, perkataan dan berbagai hal itu ada batasnya, yakni jika kebebasan orang lain terganggu," terangnya.
Digital path tak bisa dihapus selamanya Hal yang juga menjadi pembeda dari perilaku bergosip di dunia maya ini adalah adanya jejak digital.
Lewat forum anonim, akun Instagram maupun platform media sosialnya, semuanya pasti meninggalkan jejaknya.
Firman mengatakan, digital path tidak bisa dihapus sehingga memberikan efeknya tersendiri pada gosip yang disampaikan itu.