GridPop.ID – Hubungan seksual merupakan salah satu kegiatan penting bagi pasangan yang sudah menikah.
Hal ini tentu menjadi rutinitas menyenangkan untuk kedua pasangan saling mengurai kasih sayangnya.
Namun apa jadinya jika salah satu pasangan memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual secara berlebihan?
Meski terdengar tak lazim, nmaun nyatanya hal itu benar-benar dialami oleh wanita asal Inggris bernama Rebecca Barker ini.
Dilansir melalui Intisari Online, Rebecca Barker membagikan kisah hidupnya yang berantakan karena dirinya kecanduan berhubungan intim sejak 2014 silam.
Rebecca Barker, wanita asal Inggris ini blak-blakan mengungkap dirinya mengalami kecanduan berhubungan intim sejak 2014 lalu.
Saking parahnya, Rebecca Barker harus berkonsultasi pada psikiater untuk mengobati kecanduan berhubungan intim yang ia alami.
Kondisi tersebut membuat ia tidak pernah merasa cukup dalam berhubungan seks dan membuat depresi.
“Yang lebih buruk lagi, berhubungan seks lima kali dalam seharipun tidak cukup bagiku,” kata Rebecca Barker.
Ibu tiga anak itu bilang, kondisi itu menguasai kehidupannya pada 2014 dan menghancurkan hubungannya dengan pasangan.
Pasalnya, kecanduan seks membuat Rebecca terus menerus memintanya pada pasangan untuk bercinta.
Ia mengaku, berhubungan seks adalah hal pertama yang dipikirkannya saat bangun tidur.
Parahnya, ia tidak bisa menghilangkan hal tersebut dari pikirannya dan merasa segala hal justru mengingatkannya akan seks.
Ia pikir kecanduan seks ini berhubungan dengan depresinya dan kurangnya serotonin.
Dikatakan Rebecca, berhubungan seks memberinya pukulan sesaat dan lima menit kemudian ia sudah menginginkannya lagi.
Akibatnya, ia menjadi seorang pertapa dan pilih tinggal di dalam rumah karena merasa malu.
“Hubungan seks adalah seluruh hal yang aku bisa pikirkan. Walaupun tidak ada orang yang dapat membaca pikiranku, hal itu tetap terasa sangat tidak nyaman bagiku berada di kelilingi orang lain,” kata Rebecca.
Dilansir dari BBC.co.uk, Senin (28/1/2020), kecanduan Rebecca akan seks menyebabkan masalah serius dalam hubungannya.
Pada awalnya, pasangannya menikmati hal itu, namun kemudian menjadi tidak dapat diatasi oleh pasangannya.
Setelah beberapa bulan, pasangannya mulai mengajukan pertanyaan mengapa dan darimana hal itu bisa terjadi.
“Ia menuduh aku berselingkuh, ia pikir aku merasa bersalah karenanya dan itu sebabnya aku menginginkan seks dengan dirinya,” cerita Rebecca.
Pada November 2014, Rebecca mengakhiri hubungan itu dan memilih tinggal bersama ibunya.
Ketika ia pergi, ia bilang kepada pasangannya bahwa ia perlu menenangkan diri.
Pasangannya membiarkan Rebecca pergi, dan kemudian hubungan mereka berakhir segera setelah kepergiannya.
Ia menambahkan sedang dalam perawatan psikater saat itu dan psikaternya mengatakan ia mengubah pengobatannya.
Namun, psikater tidak pernah mengatakan adanya grup yang bisa membantu atau lainnya.
Rebecca didiagnosa mengalami depresi pada 2012 setelah kelahiran anak ketiganya.
Ia mengatakan setelah kecanduan seks pada 2014, ia berganti pekerjaan, berpisah dengan pasangannya, dan pindah ke Prancis.
“Aku membuat banyak perubahan gaya hidup dengan tujuan untuk mengatasi depresi dan kecanduan seks, dan bagiku hal itu bisa berjalan,” tutup Rebecca.
Hiperseks
Apa yang terjadi pada Rebecca Barker itu tentu mengingatkan kita dengan gangguan seksual bernama Hiperseks.
Perlu diingat, belum tentu apa yang dialami oleh Rebecca merupakan hiperseks karena untuk mendiagnosis kondisi ini perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut oleh dokter.
Melansir Grid Health, hiperseks sendiri merupakan obsesi berlebihan terhadap seks, namun biasanya penderita tidak menyadari akan hal itu.
Ini merupakan keasyikan berlebihan dengan fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang sulit dikendalikan.
Dikutip dari Mayo Clinic, kondisi ini kerap membuat tertekan dan berdampak negatif pada kesehatan, pekerjaan, hubungan dengan pasangan, atau kehidupan lain.
Pada kondisi tertentu, orang yang mengalami hiperseks mungkin terlibat dalam aktivitas seperti pornografi, prostitusi, masturbasi, dan masih banyak lagi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan kondisi ini dalam gangguan perilaku seksual kompulsif.
Melansir dari Psychology Today, beberapa peneliti cenderung melihat hiperseks sebagai masalah pengaturan perilaku.
Tapi, beberapa ahli lainnya justru berpikir bahwa kondisi ini merupakan masalah kontrol impuls.
GridPop.ID (*)