GridPop.ID - Meski kerap dipandang sebelah mata sebagai negara berkembang, namun Indonesia sebenarnya memiliki banyak talenta berbakat didalamnya.
Salah satunya seperti bocah remaja bernama Putra Aji Adhari yang sempat jadi buah bibir pada 2019 silam.
Putra Aji Adhari adalah seorang siswa MTs Manbaul Khair, Ciledug, Tangerang yang berhasil meretas situs National Aeronautics and Space Administration (NASA).
Namun, remaja berusia 15 tahun tersebut tidak menyalahgunakan keahliannya itu.
Dilansir dari Kompas.com, ia merupakan white hat hacker yang mencari kelemahan sistem, lalu memberitahukannya ke instansi terkait supaya instansi tersebut memperbaikinya.
Berkat keahliannya yang luar biasa itu, Putra Aji Adhari berhasil meraih sejumlah penghargaan baik dari pemerintah maupun swasta.
Lain dengan Putra, seorang pria asal Sleman, Yogyakarta justru melakukan tindakan sebaliknya.
Pria yang selama ini dikenal tak memiliki catatan kriminal, ternyata berhasil membobol sistem server sebuah perusahaan Amerika Serikat.
Diwartakan GridPop.ID sebelumnya pada 3 Maret 2020, pria ini disebut-sebut mampu meraup hingga miliaran rupiah dalam sekali bobol.
Ia adalah BBA (21), seorang hacker asal Indonesia yang berhasil membobol server perusahaan besar di San Antonio, Texas, Amerika Serikat.
Polisi berhasil mengamankan BBA di kediamannya di daerah Sleman, Yogyakarta pada Jumat (18/10/2019).
Saat ditangkap, BBA sepertinya sama sekali tak menduga dirinya bakal keciduk polisi.
"(BBA) Ditangkap lagi main komputer di rumahnya di Sleman, Yogyakarta," ujar Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo Chairul seperti yang dikutip dari Kompas.com, Minggu (27/10/2019).
Dari aksi penangkapan ini, pihak kepolisian menyita sejumlah barang bukti berupa laptop jinjing, 2 unit ponsel, identitas pribadi, kartu ATM, 1 unit CPU rakitan dan sebuah motor Harley Davidson.
Modus operasi yang dilakukan BBA adalah menggunakan program virus malware yang bernama ransomware.
Mudahnya, program ini telah dirancang dan digunakan untuk meretas sekaligus menguasai sistem server yang dituju dengan metode cryptolocker.
Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal Polri, Kombes Rickynaldo Chairul mengatakan bahwa pelaku membeli program ini pasar gelap atau darkweb.
Kemudian, ransomware tersebut dikirimkan secara luas ke lebih dari 500 alamat email di luar negeri.
Salah satu korban yang menerima email tersebut adalah perusahaan di San Antonio, Texas, AS.
Saat korban membuka email tersebut, software perusahaan akan terenskripsi dan memberi kesempatan bagi pelaku untuk memeras korban.
Jika permintaan pelaku tidak dituruti, sistem data perusahaan akan lumpuh total.
"Saat semua sistemnya sudah bisa diambil alih oleh pelaku, maka muncul pemberitahuan di layar, apabila Anda ingin menghidupkan kembali server Anda.
Maka saya kasih waktu 3 hari untuk membayar. Kalau misalnya tidak bisa membayar, maka yang bersangkutan atau pelaku akan mematikan seluruh sistemnya," ujar Rickynaldo seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (25/10/2019).
Transaksi dilakukan dengan menggunakan bitcoin dan jumlah yang harus dikirimkan pun harus sesuai dengan jumlah yang diminta untuk mengaktifkan kembali server yang telah dikunci.
Selama lima tahun bekerja sendirian sebagai peretas, BBA berhasil mengumpulkan 300 Bitcoin atau sekitar Rp 31,5 miliar.
Melalui penyelidikan lebih lanjut, BBA juga kerap membobol kartu kredit orang lain untuk berbelanja sehari-hari.
Aksi pembobolan yang dilakukan BBA ini rupanya cukup mengejutkan orang-orang disekitarnya.
Pasalnya, BBA dikenal sebagai orang yang tak neko-neko apalagi sampai melakukan tindak kriminal seperti itu.
Melansir Tribun Jateng, BBA diketahui menguasai teknik meretas secara otodidak dan hanya lulusan SMA.
Semua kemampuan yang dimilikinya itu berawal dari hobinya yang suka mengotak-atik komputer sejak SMP.
Melansir Kompas.com, kini atas tindakannya, BBA dikenakan Pasal 49 Jo Paal 33 dan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Adapun ancaman hukuman maksimal kepada pelaku adalah 10 tahun penjara.
GridPop.ID (*)