Find Us On Social Media :

Berburu Takjil Sambil Nikmati Bangunan Kuno Bersejarah di Street Night Sidoarjo Tempo Doelo, Jangan Lupa Cicipi Jajanan Legendaris Ini di Sidoarjo

By Lina Sofia, Sabtu, 9 April 2022 | 14:31 WIB

Bukti sejarah kota tua di Sidoarjo.

GridPop.ID - Hampir disetiap kabupaten/kota di daerah mana pun pasti memiliki kawasan kota tua yang menjadi saksi sejarah awal kawasan itu ada.

Bangunan-bangunan tua yang berada di kawasan tersebut rata-rata bergaya kolonial Belanda yang sangat menarik perhatian.

Termasuk Sidoarjo, kota yang awalnya bernama Sidokare ini yang merupakan bagian dari Surabaya memiliki kawasan kota tua yang menjadi daya tarik tersendiri.

Berikut ini penjelasan mengenai bukti sejarah kota Sidoarjo saat masa Pemerintahan Hindia Belanda yang menarik untuk diketahui.

Dilansir dari Surya.co.id, sampai tahun 1859 Kadipaten Surabaya dibagi dua oleh Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.

Karena nama Sidokare dianggap memiliki konotasi yang kurang baik, oleh Bupati Pertama Sidoarjo R.T.P Tjokronegoro diusulkan perubahan nama baru jadi Sidoarjo.

Bupati Pertama Sidoarjo Raden Notopuro yang bergelar Raden Tumenggung Panji (R.T.P) Tjokronegoro I bertempat tinggal di kampung Pandean kelurahan Kauman, Kecamatan Sidoarjo.

Di kawasan kota tua ini, Tjokronegoro tinggal bersama keluarganya.

Tahun 1859, kawasan Pandean menjadi tempat pusatnya perdagangan dan pemerintahan selama kurang lebih tiga tahun.

Baca Juga: Wisata Ramadhan 2022: Rekreasi ke Ancol Bareng Keluarga, Nikmati Promo Tiket Masuk Hanya Rp 40 Ribu per 2 Tiket, Catat nih Tanggalnya

Sampai sekira tahun 1862 Bupati Tjokronegoro memindahkan pusat pemerintahan ke kampung Wates, Kelurahan Pucang.

Menurut cerita masyarakat sekitar, Bupati Tjokronegoro tinggal di rumah yang lokasinya berada di pinggir Jalan Raya Gajah Mada, menghadap ke arah timur.

Ada beberapa sumber yang menyebut, Toko Kain BIMA adalah bekas rumah dinas Bupati Pertama Kabupaten Sidoarjo R.T.P Tjokronegoro I.

Kampung ini sekarang dikenal dengan kuliner Kolak Srikaya yang rasanya manis dan hanya bisa dijumpai di bulan Ramadan saja.

Setiap sore selama Ramadan, kuliner khas ini biasa diburu warga untuk takjil. Utamanya mereka yang sedang ngabuburit di kawasan Kota Lama Sidoarjo.

Di kawasan itu memang banyak dijumpai bangunan-bangunan kuno yang yang usianya bahkan ada yang lebih dari 300 tahun.

Seperti, Masjid Jami Al Abror yang dibangun pada tahun 1678. Jika dihitung, salah satu masjid paling tua di Sidoarjo itu sekarang sudah berusia 344 Tahun.

Baca Juga: Obyek Wisata Air di Boyolali Dibuka Jelang Ramadhan 2022, Pemerintah Izinkan Warga Gelar Tradisi Padusan

Masjid yang tidak pernah sepi dari aktivitas dakwah ini sudah mengalami beberapa kali renovasi dan masih menyisakan warisan sejarah dan budaya berupa gapura kuno yang berfungsi sebagai pintu masuk masjid di sisi sebelah utara.

Berdirinya Masjid Al Abror tidak bisa lepas dari keberadaan Mbah Muljadi, seorang tokoh ulama dari Demak, Jawa Tengah yang diyakini warga sekitar merupakan pendiri Masjid Al Abror.

Di kampung ini masih banyak dijumpai bangunan-bangunan kuno yang usianya diperkirakan lebih dari 1 abad.

Diperkirakan ada ratusan bangunan kuno yang tersebar di kawasan kota tua ini. Penanda bahwa tempat itu memang pernah menjadi pusat bisnis dan pemerintahan sejak jaman dulu.

Dilansir dari Tribun Jatim, kini kawasan Jalan Gajah Mada Sidoarjo bakal ditutup total untuk acara Street Night Sidoarjo Tempo Doeloe, pada Sabtu (9/4/2022). Penutupan dimulai jam 15.00 WIB sampai kegiatan selesai.

"Mohon maaf bagi para pengendara nantinya akan ada kemacetan, karena jalan yang mengarah ke Gajah Mada ditutup. Semoga kegiatan nanti berjalan lancar," kata Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, Rabu (6/4/2022).

Gajah Mada Street Night dibuka sejak sore, ada Pasar Rakyat yang bisa jadi tempat ngabuburit dengan suasana tempo doeloe yang disebut-sebut berbeda dengan tempat lainnya.

Para pengunjung bisa menikmati kue khas tempo doeloe di kampung Kauman, kemudian merasakan segeranya es kolak Srikaya di dekat masjid Jami' Al Abror Kauman.

Juga berbagai macam jajanan bakal dibeber di sana. Jajanan tempo doeloe seperti kelanting, putu mayang, telur gulung dan bermacam jenis jajanan lainnya bakal dijumpai disepanjang jalan Gajah Mada.

Baca Juga: Wisata Ramadan di Yogyakarta, Intip Pesona Sawah Tadah Bak Permadani di Kulon Progo Berlatarkan Perbukitan Menoreh

Ada juga Festival Seni dan Pertunjukan Dolanan Tradisional. Suasana khas Sidoarjo Tempo Doeloe bakal terasa dari jembatan Buk Legi hingga perempatan Jalan Jasem dan jalan KH Mukmin.

Para seniman, pegiat fotografi dan videografi, serta para influencer dan pegiat media sosial juga ada space-nya. Plus banyak spot-spot menarik yang bisa dibuat konten.

Dalam kegiatan ini, Pemkab Sidoarjo kolaborasi bersama sejumlah pemuda Sidoarjo.

Diprediksi acara ini bakal ramai sekali pengunjung dan berbagai lapisan masyarakat di Kota Delta.

Festival itu yang bakal diikuti ratusan pedagang kecil dan UMKM itu diharapkan bisa meningkatkan perekonomian kerakyatan warga Sidoarjo. Khususnya selama momen Ramadan ini.

"Semoga Gajah Mada Street Night Sidoarjo Tempo Doeloe ini bisa membantu para pedagang kecil dan UMKM untuk menambah pendapatan. Yang tentunya, kondisi itu akan berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat," lanjut Gus Muhdlor.

Baca Juga: Mudik Lebaran ke Klaten, Jangan Lupa Kunjungi Umbul Mantel Klaten, Hanya dengan Rp 10 Ribu Bisa Saksikan Pemandangan Air Sebening Kaca

GridPop.ID (*)