Masih dalam buku itu, Eep Saefullah Fatah, konsultan politik dan sahabat Anofial Asmid, dalam pengantarnya, menceritakan seperti apa sosok Anofial Asmid.
“Tahun 1995, ia (Anofial Asmid) adalah seorang yang door to door menjajakan karpet, dibantu istri dan seorang temannya yang mantan pengecer koran. Ketika Oktober 2002, saya bertemu kembali dengannya, ia adalah pemimpin sebuah jaringan usaha berskala global,” tulis Eep di buku tersebut, dikutip via GridHits.ID.
Berubahnya pola pikir dan cara berpakaian Anofial terjadi setelah ia berguru pada Syeikh Ashaari Muhammad At Tamimi atau Abuya Ashaari.
Sejak itu juga Anofial mendapat nama baru menjadi Halilintar Muhammad Jundullah.
“Perubahannya yang penting bagi saya bukanlah perubahan gaya berpakaiannya (memakai gamis, membelitkan sorban di lingkar kepala), melainkan caranya bertutur dan topik-topik yang ia pilih dalam pembicaraan,” tutur Eep.
Syekh Ashaari atau Abuya adalah pendiri dan pemimpin Darul Arqam, sebuah organisasi keagamaan Islam yang berbasis di Malaysia.
Anofial pun sempat menjadi salah satu pengikut organisasi tersebut.
Pengakuannya sebagai tokoh Darul Arqam juga tercantum dalam buku "Jejak Hizbut Tahrir Indonesia" karya Pusat Data dan Analisa TEMPO.
Ia bergabung dengan organisasi tersebut pada tahun 1989 dan menjabat sebagai pimpinan Darul Arqam untuk kawasan Jakarta dan Bogor.
Hal itu membuat organisasi tersebut sempat marak juga di Indonesia.