Guna mengetahui kejelasan dari unggahan tersebut, Kompas.com menghubungi Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Nandang Prihadi.
Ia mengatakan, berdasarkan informasi dari petugas lapangan pada 3 Juni 2022, ada fotografer yang melakukan kegiatan pengambilan foto komersial.
Sehingga, oleh petugas diminta mengurus surat izin masuk kawasan konservasi (simaksi) snapshot dan membayar sesuai tarif yang berlaku
"Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014, selain karcis masuk kawasan, terdapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tarif pungutan untuk film komersial dengan tarif sebagaimana terlampir," ujarnya, kepada Kompas.com, Selasa (7/6/2022).
Adapun tarif snapshot film komersial terdiri atas: Video komersial: Rp 10 juta per paket, Handycam: Rp 1 juta per paket dan Foto: Rp 250.000 per paket.
Nandang menjelaskan, pungutan tarif foto komersial antara lain untuk foto prewedding hingga iklan, selama ini telah berjalan beberapa tahun tanpa ada permasalahan berarti.
Saat ini, lanjutnya, untuk simaksi film komersial memang belum diberlakukan booking dan payment online sehingga masih dilayani manual dengan bukti kuitansi dan simaksi.
Baca Juga: Memaksa Masuk ke Area Terlarang Gunung Bromo, Turis Asing Ini Tak Terima dan Banting Petugas!
"Namun pembayaran tersebut kemudian disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," tegasnya.
Ia menambahkan, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) telah memasang banner imbauan kepada pengunjung di sejumlah lokasi.
Banner tersebut berisi kontak aduan jika ada pelayanan yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Kompas.com juga mengonfirmasi hal ini kepada pemilik akun Instagram @agung_bromo731 dan telah membenarkan bahwa kejadian itu dialaminya sendiri.