Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang dipimpin oleh Wahyu, Morgan, dan Alimin Ribut.
Sidang perdana ini akan digelar pada pukul 10.00 WIB. Adapun terdakwa pada kasus ini adalah Bharada E, Bripka RR, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Maruf.
Manipulatif Sejak Awal, Ferdy Sambo Diyakini Sulit Lolos dari Pasal Pembunuhan Berencana
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022) pekan depan.
Ferdy Sambo merupakan tersangka pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Pakar hukum pidana Azmi Syahputra menilai jika Ferdy Sambo didakwa dengan obstruction of justice, hal ini tidak otomatis akan membuatnya lepas dari hukuman pembunuhan berencana.
“Apa mungkinkah, jika JPU mendakwa FS dengan pasal obstruction of justice bakal membuat Sambo dapat lepas dari Pasal 340 KUHP? Ini akan sulit,” kata Azmi kepada Kompas.com, Selasa (12/10/2022) malam.
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Selanjutnya, Sambo dijerat terkait obstruction of justice dengan Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti itu juga menilai perkara pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo memiliki banyak unsur pemberat terhadap Mantan Kadiv Propam itu.
“Mengingat sejak awal perkara ini sudah ditemukan hal- hal yang manipulatif termasuk adanya sifat keberpihakan, perkataan dan penanganan yang manipulatif yang telah disampaikan ke publik dan sampai saat ini masih sulit diterima keterangan manipulatif tersebut, sehingga ini menjadi faktor pemberat bagi pelaku,” tuturnya.
Namun, ia juga menegaskan jaksa penuntut umum harus mampu untuk membuktikan di persidangan bahwa peristiwa hukum terkait pembunuhan berencana tersebut memang benar ada terjadi.
Selain itu, ia menyebutkan putusan hakim harus mengarah dan mengacu berdasarkan fakta, keadaan, dan alat bukti yang diperoleh di persidangan.
“Fakta, bukti harus sesuai dengan surat dakwaan Jaksa, termasuk harus konsisten dan sinkron dengan hasil pemeriksaan dalam penyidikan,” imbuh dia.
Ia menyakini majelis hakim di persidangan akan bersikap teliti, bijaksana, tegas dalam menangani kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
“Dan tentu nantinya menerapkan hukuman yang tepat serta lebih mengutamakan rasa keadilan,” tambah dia.
GridPop.ID (*)