Find Us On Social Media :

Menilik Sejarah Pil Kuning Penolong Kecil Ibu kala Depresi, Imbas Tak Miliki Support System

By None, Sabtu, 12 November 2022 | 05:02 WIB

ilustrasi ibu rumah tangga alami burnout.

Di Indonesia, kita tidak mendengar kehadiran pil kuning cerah bernama Mommy’s Little Helper. Namun itu bukan berarti ibu di Indonesia tidak mengalami depresi.

Data dari Global Burden of Diseases pada tahun 2019 menunjukkan bahwa sejak tahun 1990 hingga 2019, perempuan usia produktif adalah penderita gangguan kesehatan mental terbanyak di Indonesia.

Jika kita asumsikan bahwa rata-rata perempuan Indonesia menikah di usia 22-25 tahun, maka berapa banyak dari 6,5 juta penderita tersebut adalah seorang ibu?

Pascapandemi Covid 19, kita bergegas untuk pulih. Roda ekonomi digenjot, triliunan rupiah digelontorkan untuk membangkitkan kembali ekonomi.

Tapi seberapa besar yang telah dialokasikan oleh negara untuk memulihkan para ibu?

YLBH APIK mencatat kenaikan kasus KDRT sebanyak 75% selama pandemi Covid di tahun 2020. Sembilan puluh (90) perempuan terlapor mengalami kekerasan setiap bulannya.

Ini adalah data yang terlapor. Tentu yang tidak terlapor lebih banyak lagi.

Hanya saja, kita menyalahartikan depresi seorang ibu dengan “kurang beriman”, “kurang bersyukur” atau bahkan “kesambet”.

Bagi masyarakat, menerima stereotip bahwa emak-emak memang bersifat gampang marah, suka mencubiti anak-anaknya, dan bersuara melengking setiap hari itu lebih mudah.

Kita tidak siap menerima bahwa gampang marah, gampang membentak, dan sering menyakiti anak adalah ciri dari gangguan kesehatan mental. Pil pahit yang belum kunjung siap kita telan.

Pemerintah harus bisa mendekatkan lagi pelayanan kesehatan mental kepada masyarakat.

Baca Juga: Bunuh Ular Piton Sepanjang 6 Meter, Warga Syok Temukan Jasad Ibu-ibu Penyadap Karet, Begini Kondisinya