Find Us On Social Media :

Gerhana Bulan Total Terjadi pada 8 November 2022, Posisi Bulan, Matahari dan Bumi Akan Sejajar dalam Waktu 1 Jam

By Andriana Oky, Senin, 7 November 2022 | 11:32 WIB

Proses gerhana bulan parsial terlihat dari kawasan Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu (17/7/2019) dinihari.

GridPop.ID - Pada Selasa (8/11/2022) akan terjadi Gerhana Bulan Total.

Puncak Gerhana Bulan Total akan terjadi pada 18.00.22 WIB/19.00.22 WITA/0.00.22 WIT.

Melansir Tribunnews.com diungkapkan fenomena Gerhana Bulan Total akan terjadi dengan durasi total selama 1 jam, 24 menit, 58 detik dan durasi umbral (sebagian+total) selama 3 jam, 39 menit, 50 detik.

Puncak Gerhana Bulan Total dapat diamati seluruh Indonesia kecuali Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu.

Gerhana Bulan Total terjadi saat posisi Bulan, Matahari, dan Bumi sejajar.

Fenomena ini terjadi pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya.

Akan tetapi, tidak semua fase Bulan Purnama dapat mengalami Gerhana Bulan.

Pada saat puncak gerhana terjadi, Bulan akan terlihat berwarna merah.

Dampak dari Gerhana Bulan Total bagi kehidupan manusia adalah pasang naik air laut yang lebih tinggi dibandingkan hari-hari biasanya ketika tidak terjadi gerhana, purnama maupun bulan baru.

Baca Juga: Ramalkan Datangnya Bencana Besar Usai Fenomena Gerhana Matahari Cincin, Mbah Mijan Beri Peringatan Keras: Itu Sebagai Pertanda!

Sejak lama gerhana bulan memang menarik semua perhatian bangsa di dunia.

Ada beebrapa mitos dan legenda dari belahan dunia terkait gerhana bulan atau blood moon.

Melansir TribunBali.com, berikut mitos terkait Gerhana Bulan Total di sejumlah tempat menurut The independent.

Rakyat Hindu

Beberapa cerita rakyat Hindu menafsirkan Blood Moon terjadi setelah setan bernama Rahu, meminum ramuan keabadian.

Dewa kembar, Matahari dan Bulan segera memenggal kepala Rahu.

Akan tetapi karena dia telah mengonsumsi obat mujarab, kepala Rahu tetap abadi.

Untuk membalas dendam, kepala Rahu mengejar Matahari dan Bulan untuk melahap mereka.

Jika dia menangkap mereka, kita mengalami gerhana (Rahu menelan bulan), yang kemudian akan muncul kembali dari lehernya yang terpenggal.

Baca Juga: Dulu Kondang Sampai Lupa Daratan, Aktor Senior Ini Bangkrut Hingga Pilih Hengkang dan Menetap di Negeri Orang

Suku Asli Amerika

Tapi tidak semua mitos gerhana diliputi oleh kejahatan seperti itu.

Suku Asli Amerika Hupa dan Luiseno dari California percaya Blood Moon menandakan bulan sedang terluka atau sakit.

Setelah gerhana, bulan membutuhkan penyembuhan. Maka suku Luiseno, misalnya, akan menyanyikan lagu-lagu penyembuhan saat bulan mulai meredup.

Suku di Afrika

Kisah yang lebih menggembirakan adalah legenda orang Batammaliba di Togo dan Benin di Afrika.

Secara tradisional, mereka memandang gerhana bulan sebagai konflik antara matahari dan bulan.

Masyarakat dipercaya memiliki kemampuan untuk “mendorong keduanya untuk berbaikan.” Oleh karena itu, periode ini harus digunakan masyarakat di bumi untuk menyelesaikan perseteruan lama antar-sesamanya.

Praktik ini masih ada hingga sekarang.

Bangsa Mesopotamia kuno

Di Mesopotamia kuno, gerhana bulan dianggap sebagai serangan langsung terhadap raja.

Baca Juga: Dulu Mabuk-mabukan hingga Terlena Dunia Malam, Aktor Kondang Ini Jatuh Miskin Lalu Jadi Rohaniawan dan Tinggal di Negeri Seberang

Mengingat kemampuan mereka untuk memprediksi gerhana dengan akurasinya, orang Mesopotamia kuno saat itu akan menempatkan raja palsu hingga periode Blood Moon berlalu.

Raja palsu ini merupakan orang yang dianggap dapat dikorbankan. Jadi sampai fenomena itu lewat, dia akan menyamar sebagai raja.

Sementara raja yang sebenarnya akan bersembunyi dan menunggu gerhana berlalu.

Dikisahkan bahwa Raja Palsu akan menghilang tanpa jejak, baru kemudian raja sebenarnya dipekerjakan kembali.

GridPop.ID (*)

Baca Juga: Dulu Terkenal, Artis Senior Ini Sekarang Jadi Sopir dan Jualan Nasi Keliling untuk Menyambung Hidup