Rasulullah pun mempersilakan perempuan tersebut untuk mengutarakan isi hatinya.
Apalagi, ia melihat perempuan tadi begitu bersungguh-sungguh.
“Wahai, Nabiku, ibuku punya utang puasa. Sebulan lamanya. Apakah boleh aku berpuasa atas nama ibuku?” tanya perempuan itu dengan rasa ingin tahu.
Nabi tersenyum.
“Berpuasalah atas nama ibumu,” jawabnya, santun dan ramah.
“Wahai Rasul, ibuku juga pernah bernazar akan melaksanakan haji, tapi dia meninggal sebelum melaksanakannya. Bolehkah aku berhaji atas nama ibuku?” tanyanya.
Nabi kembali tersenyum.
“Silakan, naik hajilah engkau atas nama ibumu. Bukankah andaikan ia punya utang, engkau akan melunasinya? Karena itu, tunaikanlah utang Allah SWT. Sebab utang kepada-Nya lebih patut ditunaikan,” jawab beliau.
Begitulah kisah seorang perempuan yang sempat galau.