GridPop.ID - Rumah tangga Tessa Kaunang dan Sandy Tumiwa memang sudah lama berakhir.
Tessa Kaunang menikah dengan Sandy Tumiwa pada tahun 2006 silam.
Mereka kemudia bercerai pada tahun 2014.
Terbaru, Tessa Kaunang membongkar borok rumah tangganya di masa lalu.
Tessa Kaunang blak-blakan mengakui jika dirinya adalah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tessa Kaunang mengakui saat ia menikah dengan Sandy Tumiwa, dirinya menerima perlakuan KDRT, sejak usia pernikahan mereka baru dua tahun.
"KDRTnya ya macem-macem waktu itu, ya ada yang namanya dipukulin, dipecahin barang-barang, dilemparin barang-barang segala macem," kata Tessa Kaunang ketika ditemui di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023) seperti dilansir dari laman tribunnews.com.
Menerima KDRT saat menikah membuat Tessa mengalami trauma hebat apalagi dirasakan dan terjadi selama bertahun-tahun.
"Pasti lah saya trauma, pasti ada dan sampai sekarang masih ada," ucapnya.
Namun, diakui wanita yang kini berusia 46 tahun tersebut, anak-anaknya juga mendapatkan trauma hebat karena mengetahui orang tuanya berantem dan KDRT.
"Justru mungkin kepada anak-anak saya yang lebih terasa mungkin anak pertama ya. Karena waktu itu justru saya enggak tahu kejadiannya, yang tahu itu malah manajer saya," jelasnya.
"Jadi manajer saya dilaporin sama pembantu saya waktu itu ART saya bilang, anak saya itu sampai kabur ke bawah saking ketakutannya denger kita teriak-teriak didalam kamar," sambung Tessa Kaunang yang mengakui kejadian KDRT terjadi di dalam kamar.
"Sampai anak saya nangis kabur ke kamarnya pembantu," tambahnya lagi.
Tessa merasa tindakan KDRT yang ia terima bisa memberikan trauma yang besar untuk kedua anaknya, diduga dirasakan sampai sekarang.
"Mungkin kalau saya bisa mengendalikan diri saya sendiri, memanage emosi saya, bisa memperbaiki lah yang kemarin meskipun itu trauma," ungkapnya.
Tessa Kaunang mengakui sampai sekarang ia masih terus melakukan pemulihan trauma dari tindakan KDRT, yang ia rasakan bertahun-tahun lalu.
"Ya saya merasakan dan menerima semua itu sebagai pelajaran, saya harus bisa menerima bahwa segala sesuatu itu diizinkan tuhan terjadi supaya lebih menguatkan saya untuk sekarang dan kedepan," ujar Tessa Kaunang.
Alami KDRT, Bagaimana Cara Mengadukannya?
Jika kita menjadi salah satu korban yang mengalami KDRT, bagaimana cara melaporkannya?
Dilansir dari laman kompas.com, Asisten Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan dari KDRT Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ali Khasan menjelaskannya.
Korban bisa mengadukannya pada sejumlah unit layanan setempat.
Misalnya, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang ada di 34 provinsi di Indonesia.
Bukti yang dibawa tergantung pada perkara kekerasannya.
Jika kekerasan yang dialami sudah keterlaluan, kata Ali, maka solusinya adalah ranah hukum.
"Kalau sudah melapor, maka ranah hukum yang berjalan," kata Ali seusai acara sosialisasi pencegahan KDRT di Manokwari, Rabu (17/10/2018).
Namun, sebelum memutuskan untuk mengadukan, Ali mengimbau seluruh pihak untuk menempuh jalur musyawarah terlebih dahulu.
Sebab, banyak yang sudah melayangkan pengaduan atau pelaporan, namun kemudian berubah pikiran dan mencabutnya kembali.
Misalnya, karena kekhawatiran jika berujung pada perceraian tak ada yang menafkahi dirinya (jika terjadi pada istri) dan anak.
Ada pula kekhawatiran lainnya jika ada konsekuensi dari pelaporan yang dilayangkan.
"Makanya tolong dipikirkan terlebih dahulu sebelum melapor, kalau bisa ada kesepakatan perdamaian," tutur Ali.
Ia menambahkan, bibit KDRT sebetulnya berawal dari komunikasi internal yang tidak berjalan lancar.
Misalnya, ketika suami bepergian lama ke daerah dan sang istri curiga kemudian terjadilah perselisihan.
Padahal, perselisihan tersebut bisa dihinfari jika komunikasi berjalan lancar.
Baca Juga: Mantan Suaminya Ditangkap Polisi Gara-gara Narkoba, Tessa Kaunang Bersenang-senang dengan Sang Anak
Di samping itu, dengan kehidupan yang ingin serba instan dan serba tercukupi, banyak tuntutan yang sering disampaikan istri atau suami kepada pasangannya.
"Ketimpangan ini menimbulkan kecemburuan dan efek-efek yang tidak baik. Ujungnya ada kekerasan fisik, psikis, sampai penelantaran tidak memberi nafkah," kata Ali.
Ketika KDRT terjadi, campur tangan anggota keluarga yang lain menjadi penting.
Campur tangan yang dimaksud adalah untuk memberi pendampingan ketika ada permasalahan sehingga diharapkan perdamaian bisa tercapai. Selain itu, mediasi juga bisa dilakukan bersama pihak ketiga.
Seperti perwakilan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA) dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"Bagaimana memediasi perkara rumah tangga sehingga terbentuk komitmen win-win solution, menjernihkan permasalahan, bukan membenarkan salah satu pihak," tuturnya. GridPop.ID (*)