Sebab, menurut tradisi, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah.
Meski tak lagi bersekolah, tapi keinginan Kartini melanjutkan pendidikan sangat kuat.
Ia pun tak pernah berhenti belajar, membaca dan menulis.
Bahkan, di masa itu, Kartini turut berperan membangun kemandirian para perempuan, dengan mengajar membatik para abdi dan gadis-gadis kecil, hingga membuka sekolah kerajinan putri di kabupaten khusus putri bangsawan kota itu.
Bersama kedua saudaranya, RA Kardinah dan RA Rukmini, Kartini menjalankan sekolah kerajinan tersebut.
Dalam periode tahun 1896 hingga 1903, RA Kartini menuangkan pemikirannya dalam tulisan yang dimuat di majalah perempuan di Belanda.
Di majalah De Hoandsche Lelie, De Nederlandasche, De Gida dan Soerabainsche Nieus Handelsblad, tulisan-tulisan Kartini dipublikasikan secara luas.
Dia juga berkirim surat dengan teman-temannya dari Belanda, salah satunya Abendanon.
Saat Kartini sudah menikah, perjuangannya membela hak-hak perempuan terus berjalan dan bahkan direstui sang suami, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Kartini meninggal pada usia muda, 25 tahun, empat hari setelah melahirkan anak pertamanya pada 17 September 1904.
GridPop.ID (*)