Find Us On Social Media :

Video Istri Hamil Dipukuli Suami Viral di TikTok, Mertua Malah Bela Anaknya, Netizen: Penjarain Bisa Mba

By Luvy Octaviani, Jumat, 20 Oktober 2023 | 14:14 WIB

Ilustrasi KDRT

GridPop.ID - Nasib pilu dialami oleh wanita ini.

Bagaimana tidak? wanita ini dipukuli suami saat sedang hamil.

Videonya pun langsung viral di TikTok.

Setelah viral, netizen yang melihat pun ikut geram dan meminta wanita tersebut memenjarakan suaminya.

Melansir dari laman tribunjabar.id, beredar video pilu seorang istri hamil dipukul suami sendiri tapi sang mertua membela anaknya, viral di media sosial.

Dikabarkan istri hamil tersebut diduga mengalami KDRT hingga keguguran.

Video tersebut viral salah satunya dibagikan akun Instagram @terang_media.

Sejumlah warganet pun ikut geram.

Selama ini kasus KDRT masih menjangkiti masyarakat Indonesia.

KDRT bisa datang dari berbagai faktor, mulai dari ekonomi, hubungan rumah tangga dan lain sebagainya.

Seperti yang terjadi pada sebuah video viral yang memperlihatkan kekerasan oleh seorang suami kepada istrinya yang diketahui tengah hamil.

Baca Juga: Jadi Bahasa Gaul Anak Jaksel, Apa sih Arti Kata Deez Nuts yang Lagi Viral di TikTok?

Dalam video tersebut istri hamil itu dipukul suami.

Tak hanya mengalami pemukulan saja, diketahui sang istri juga sempat diusir hingga akhirnya keguguran.

Mirisnya lagi, sang mertua justru membela perbuatan sang suami, padahal menantunya kena KDRT hingga keguguran.

Peristiwa ini beredar di sosial media salah satunya akun Instragram @terang_media.

"Hanya gara-gara permasalahan rumah tangga, seorang suami tega memukuli istrinya yang hamil. Akibatnya sang istri mengalami keguguran dan diusir dari rumahnya. Sang mertua malah membela dan mendukung anaknya," tulis caption pada unggahan tersebut.

Dari video yang diunggahnya itu, ia awalnya terlibat cekcok dengan pria yang diduga suaminya.

Di tengah cekcok itu, sang istri yang diketahui bernama Sella, disudutkan oleh sang suami dan juga mertuanya di sebuah rumah.

Perselisihan pasangan suami istri itu bahkan jadi tontonan warga sekitar, lantaran kerasnya suara yang dilontarkan sang suami.

Dari percakapan antara Sella dengan suami, tampak kedua memperselisihkan barang-barang di rumah seperti televisi.

"Saya kan nanya, saya nanya. Tapi kenapa dipukulin apa segala macem, TV saya sampai...," kata Sella, di mana perkataannya dipotong seorang ibu yang diduga orangtua suaminya.

"TV-nya ngapa? TV-nya nggak ngapa-ngapa, gua lihat TV nggak ngapa-ngapa," kata ibu tersebut.

Baca Juga: Viral di TikTok, Ternyata Ini Makna Dissaffection dalam Hubungan Asmara

Suami Sella mengaku tidak pernah berbuat kasar sejak menikah.

"Barang aja bisa hancur begitu, apalagi orang," kata suaminya itu.

"Jadi mau lu apaan?" katanya. "Mau minta ganti rugi," jawab Sella.

"Ya udah ganti rugi, beresin semuanya barang," kata si suami.

"Ya udah ganti rugi aja dulu. Lu dari nikah, semuanya, biaya gua yang biayain," ujar Sella.

Suaminya itu lalu memaksa Sella untuk menandatangani sebuah kertas putih.

Namun suaminya kembali membuat pembelaan diri.

"Gua dari lahir sampe nikah, belum pernah ngelakuin ini sebelumnya. Lah, yang kasar siapa tadi?" kata Sella.

"Lu bikin gua emosi ya," jawab si suami.

Baca Juga: 2 Ekor Kambing Lucu Ini Anteng Diajak Healing ke Mal, Respon Para Pengunjung Viral di TikTok

"Lu nyuruh gua pergi dari rumah ini, ya gua pergi," kata Sella.

"Ya udah gua bilang handphone gue ke sini. Kan gua bilang, lu bukan orang, lu setan," kata suaminya.

Unggahan tersebut memancing reaksi warganet yang merasa iba terhadap Shella.

"Penjarain bisa mba.. sekalian sama emak bapaknya," tulis @triyasayu817.

"Kasar sekali, itu termasuk pembunuhan. Itukan dalam perut ada nyawa anaknya," komentar @abang_feri.

"Penjarakan saja itu, sudah kena pasal berlapis. KDRT sekaligus membunuh nyawa yang gak bersalah," lanjut @iqbaltarmizi21.

Alami KDRT, Bagaimana Cara Mengadukannya?

Melansir dari laman kompas.com, Asisten Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan dari KDRT Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ali Khasan menjelaskannya.

Korban bisa mengadukannya pada sejumlah unit layanan setempat. Misalnya, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang ada di 34 provinsi di Indonesia.

Bukti yang dibawa tergantung pada perkara kekerasannya.

Jika kekerasan yang dialami sudah keterlaluan, kata Ali, maka solusinya adalah ranah hukum.

Baca Juga: Lirik Lagu Tabrak Tabrak Masuk - Richard Jersey yang Viral di TikTok, Ternyata Ini Makna di Baliknya

"Kalau sudah melapor, maka ranah hukum yang berjalan," kata Ali seusai acara sosialisasi pencegahan KDRT di Manokwari, Rabu (17/10/2018).

Namun, sebelum memutuskan untuk mengadukan, Ali mengimbau seluruh pihak untuk menempuh jalur musyawarah terlebih dahulu.

Sebab, banyak yang sudah melayangkan pengaduan atau pelaporan, namun kemudian berubah pikiran dan mencabutnya kembali.

Misalnya, karena kekhawatiran jika berujung pada perceraian tak ada yang menafkahi dirinya (jika terjadi pada istri) dan anak.

Ada pula kekhawatiran lainnya jika ada konsekuensi dari pelaporan yang dilayangkan.

"Makanya tolong dipikirkan terlebih dahulu sebelum melapor, kalau bisa ada kesepakatan perdamaian," tutur Ali.

Ia menambahkan, bibit KDRT sebetulnya berawal dari komunikasi internal yang tidak berjalan lancar.

Misalnya, ketika suami bepergian lama ke daerah dan sang istri curiga kemudian terjadilah perselisihan.

Padahal, perselisihan tersebut bisa dihinfari jika komunikasi berjalan lancar.

Di samping itu, dengan kehidupan yang ingin serba instan dan serba tercukupi, banyak tuntutan yang sering disampaikan istri atau suami kepada pasangannya.

"Ketimpangan ini menimbulkan kecemburuan dan efek-efek yang tidak baik. Ujungnya ada kekerasan fisik, psikis, sampai penelantaran tidak memberi nafkah," kata Ali.

Ketika KDRT terjadi, campur tangan anggota keluarga yang lain menjadi penting.

Campur tangan yang dimaksud adalah untuk memberi pendampingan ketika ada permasalahan sehingga diharapkan perdamaian bisa tercapai.

Selain itu, mediasi juga bisa dilakukan bersama pihak ketiga. Seperti perwakilan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA) dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

"Bagaimana memediasi perkara rumah tangga sehingga terbentuk komitmen win-win solution, menjernihkan permasalahan, bukan membenarkan salah satu pihak," tuturnya. GridPop.ID (*)