GridPop.ID - Aborsi berbahaya jika tak dilakukan oleh profesional.
Baru-baru ini, aborsi online membuat heboh.
Melansir dari laman tribuntrend.com, dokter gadungan buka praktik aborsi online, kini dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni SM alias Dede (30) dan RI alias Iwan (28).
Bermodal info dari Google, SM memandu orang yang ingin aborsi melalui WhatsApp.
SM ternyata adalah dokter gadungan.
Ia mengaku sudah melakukan aksinya sejak 2021 dan kini sudah terdapat korban 100 orang lebih yang telah melakukan aborsi.
Para korban membeli obat dan dipandunya.
Pengawasan pengendalian farmasi makanan minuman Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Nama Diah Ari Purwanti, mengungkapkan, pengedar obat aborsi online tersebut bukan tenaga kesehatan, artinya bukan dalam pengawasannya karena dia bukan orang kesehatan.
"Mereka beraktifitas di sarana yang tak berizin, itu ternyata menjualnya secara online," kata Diah, saat dikonfirmasi tribun jabar, Selasa (7/11/2023).
Diah mengungkapkan, terkait kasus ini menurutnya ada pengguna dan ada yang menyediakan.
"Ada yang butuh yang punya permasalahan yang tak diinginkan tapi terjadi. Dia mencari jalan keluar biasanya anak-anak remaja yang mungkin tak paham," kata Diah.
Baca Juga: Buka Praktik Aborsi Ilegal Sejak 2021, Dokter Gandungan Ini Akui Cuma Belajar dari Google
Diah mengatakan, jaman dulu mendapatkan obat seperti itu sulit, harus ketemu dokter tenaga medis dan lainnya.
"Sekarang di online begitu bebas dan terbuka, anak remaja bisa mencari apapun di google dan lainnya.
Obat-obat itu sebenarnya digunakan oleh orang bermasalah, yang tak diinginkan tapi terjadi yang mencari jalan keluar, " kata Diah.
Diah mengatakan, jangan sampai menyelesaikan masalah dengan masalah yang baru.
"Jadi itu (aborsi) menyelesaikan masalah yang telah dilakukannya, dengan masalah yang baru, apalagi terkait kesehatan, " kata diah.
Sebab menurutnya, obat tersebut bukan untuk menggugurkan kandungan tapi obat itu diperuntukkan setelah curret.
"Jadi jika tidak sesuai dosis atau lainnya, resikonya bisa mengakibatkan meninggal dunia," tuturnya.
Diah mengimbau, kepada masyarakat harus waspada terhadap penjualan obat.
Obat bisa didapatkan secara online, tetapi perlu diperhatikan dengan baik sesuai peruntukkan atau tidak.
Bahkan ada pula obat palsu.
"Saran kami untuk terkait dengan kesehatan dan kepentingan tubuh kita, lebih baik bertemu langsung dengan dokter yang memang punya izin kompetensinya seorang dokter. Sehingga obat atau trafi yang diterapkan sesuai dengan keilmuam yang dimiliki dan sesuai kebutuhan," katanya.
Lebih jauh, kata Diah, obat tersebut digunakan oleh remaja atau pemudi yang tak mengetahui terkait medis karena telah melakukan hal yant tak seharusnya, dan terjadi hal yang tak diinginkan.
Maka, kata Diah, sebagai orang tua harus menjaga dan memperhatikan anaknya, perhatikan mereka supaya mereka tak merasa berjalan sendiri dan tak ada yang melindungi.
"Memang tak mudah bagi orang tua sekarang, tapi harus memperhatikan anaknya secara penuh.
Supaya mereka tak terjerumus terhadap apa-pa yang seharusnya tak mereka lakukan, " ucapnya.
Dampak Aborsi yang Tidak Aman untuk Kesehatan
Melansir dari laman kompas.com, aborsi adalah proses medis untuk mengakhiri kehamilan dan mencegah kelahiran bayi.
Bergantung pada usia kehamilan, aborsi dapat dilakukan dengan minum obat atau menjalani prosedur pembedahan.
Aborsi tidak sama dengan keguguran.
Saat keguguran, kehamilan berakhir tanpa intervensi medis, walaupun perawatan medis mungkin dibutuhkan setelah keguguran.
Baca Juga: Diminta Aborsi, Mahasiswi Ini Viral di TikTok Usai Ngaku Dihamili Seorang Oknum Polisi Mamasa
Ada banyak alasan seorang wanita memutuskan untuk melakukan aborsi.
Tentunya, memilih aborsi adalah pilihan yang sangat pribadi dan dalam banyak kasus, merupakan keputusan yang sangat sulit.
Akses ke perawatan aborsi yang legal, aman, dan komprehensif, termasuk perawatan pasca-aborsi, sangat penting untuk mencapai tingkat kesehatan seksual dan reproduksi yang tinggi.
Dilansir dari World Health Organization (WHO), tiga dari sepuluh kehamilan berakhir dengan aborsi yang diinduksi.
Hampir setengah dari semua aborsi tidak aman dan hampir semua aborsi tidak aman ini terjadi di negara berkembang.
Aborsi dapat dilakukan dengan aman jika sesuai dengan metode yang direkomendasikan oleh WHO dan sesuai dengan durasi kehamilan.
Saat wanita dengan kehamilan yang tidak diinginkan tidak bisa mendapatkan akses aborsi yang aman, mereka sering melakukan aborsi yang tidak aman.
Aborsi tidak aman jika dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan atau di lingkungan yang tidak sesuai dengan standar medis.
Prosedur aborsi yang tidak aman mungkin termasuk memasukkan benda atau zat ke dalam rahim, dilatasi atau kuretase yang dilakukan secara tidak benar, mengonsumsi zat berbahaya, dan lain-lain.
Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan risiko kesehatan, kematian, dan komplikasi jangka panjang yang memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan fisik serta mental wanita sepanjang hidupnya.
Komplikasi fisik dari aborsi yang tidak aman meliputi pendarahan, infeksi, sepsis, peritonitis, dan trauma pada leher rahim, vagina, rahim, dan organ perut.
Satu dari empat wanita yang menjalani aborsi tidak aman kemungkinan akan mengalami kecacatan sementara atau seumur hidup yang membutuhkan perawatan medis.
Kemudian, antara 4,7 persen dan 13,2 persen dari semua kematian ibu dapat dikaitkan dengan aborsi tidak aman. GridPop.ID (*)