Konon, ia merupakan raja Blambangan yang hidup pada saat Kerajaan Majapahit diperintah oleh Ratu Kencono Wungu (1429-1447).
Karena itu, bangunan bersejarah ini lebih dikenal sebagai Candi Minak Jinggo. Padahal, arca raksasa bersayap di Candi Minak Jinggo adalah Garuda, tunggangan Dewa Wisnu.
Keunikan Candi Minak Jinggo
Tidak diketahui pasti kapan Candi Minak Jinggo ditemukan. Ketika Captain Johannes Willem Bartholomeus Wardenaar yang diutus oleh Thomas Stamford Raffles sampai di situs ini, bangunan candi dalam kondisi runtuh.
Hasil kerja Wardenaar, yang ditugaskan untuk mencatat peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto, termasuk informasi mengenai Candi Minak Jinggo, dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya, History of Java (1817).
Bagian Candi Minak Jinggo yang tersisa hanyalah struktur dasar candi yang terdiri dari batu berelief dan dua relief berukuran besar.
Dua relief berukuran besar tersebut menggambarkan seorang perempuan berbadan seperti ikan, dan satunya menggambarkan Garuda, yang disebut masyarakat setempat sebagai Minak Jinggo.
Dari ekskavasi dan pemugaran yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur selama bertahun-tahun, terungkap Candi Minak Jinggo memiliki denah persegi panjang berukuran 27,8 x 24,3 meter.
Bagian halaman bangunan dikelilingi pagar berukuran 23 x 22 meter, yang tersusun dari bata merah.
Ekskavasi pada 2007 menghasilkan temuan fragmen terakota, mata uang kepeng, fragmen keramik dari Dinasti Yuan (1279-1368), fragmen miniatur rumah, genteng, fragmen relief, serta arca katak yang terbuat dari batu putih.
Baca Juga: Aborsi Online Bikin Heboh, Cara Dokter Gadungan Pandu Korbannya Terkuak, Dinkes Soroti Hal Ini