GridPop.ID - Film dokumenter dengan judul Dirty Vote langsung menjadi sorotan setelah rilis jelang pemilu 2024.
Akibatnya, kata Dirty Vote pun banyak disebut sehingga menjadi viral di TikTok.
Lalu, apa makna dari kata Dirty Vote yang sedang viral ini?
Melansir dari laman tribuntrends.com, Dirty Vote membuat heboh di tengah Pemilu 2024. Arti kata Dirty Vote pun menjadi buruan netizen.
Jika diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Dirty Vote diartikan sebagai Suara Kotor.
Namun, arti kata Dirty Vote sebenarnya adalah Kampanye Kotor.
Dirty Vote hampir sama dengan black campaign. Hanya saja, Dirty Vote tidak dapat disentuh karena dimainkan oleh elite politik.
Banyak cara dalam melakukan Dirty Vote, mulai dengan menyebar informasi hoaks, hingga politik uang.
Lantas bagaimana kata Dirty Vote ini kemudian viral?
Kata Dirty Vote menjadi viral ketika munculnya film dokumenter berjudul Dirty Vote dalam masa tenang Pemilu 2024.
Adapun film Dirty Vote menceritakan berbagai kecurangan Pemilu yang tayang di YouTube Dirty Vote pada hari Minggu (11/2/2024).
Dalam film Dirty Vote itu mengungkap bagaimana masing-masing elite politik yang bertarung di Pemilu 2024 penggunaan masing-masing kekuasaannya untuk memenangkan Pemilu.
Rumah produksi WatchDoc baru saja merilis film dokumenter terbaru berjudul Dirty Vote.
Film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono itu berisi tentang kecurangan-kecurangan di Pemilu 2024.
Film yang menampilkan tiga orang ahli hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar itu menerangkan bagaimana para elite politik di Indonesia menggunakan berbagai instrumen kekuasaan untuk tujuan memenangkan pemilu.
Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono mengatakan Dirty Vote menjadi tontonan di masa tenang pemilu, dan berharap dapat mengedukasi publik.
WatchDoc pernah merilis film-film dalam momentum pemilu.
Pada 2014, mereka meluncurkan film Ketujuh. Lalu pada 2017, menjelang Pilkada DKI Jakarta, mereka menerbitkan Jakarta Unfair.
Pada Pilpres 2019 lalu, ada film Sexy Killers.
Sutradara Ungkap Alasan Rilis Film "Dirty Vote" di Awal Masa Tenang Pemilu
Melansir dari laman kompas.com, Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono, memaparkan alasan di balik pembuatan dan peluncuran yang dilakukan di awal masa tenang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dandhy berharap film itu bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat menjelang pemungutan suara yang direncanakan dilakukan pada 14 Februari 2024.
"Seyogianya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (11/2/2024).
Dandhy juga berharap semua elemen masyarakat untuk sejenak mengesampingkan dukungan politik kepada para calon presiden-calon wakil presiden, dan menyimak isi dokumenter itu secara terbuka.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy.
Film dokumenter itu mengupas soal dugaan potensi kecurangan dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024.
Film itu ditayangkan perdana melalui kanal rumah produksi WatchDoc di YouTube pada 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB, bertepatan hari pertama masa tenang Pemilu.
Film dokumenter itu menampilkan tiga orang pakar hukum tata negara.
Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar.
Ketiganya memaparkan tentang penyimpangan yang terjadi dalam berbagai hal terkait proses Pemilu di dalam Indonesia yang menerapkan praktik demokrasi.
Pembuatan film Dirty Vote merupakan hasil kolaborasi lintas lembaga sipil.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) sekaligus produser, Joni Aswira, dokumenter itu turut memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.
Biaya produksi film Dirty Vote, kata Joni, dihimpun melalui pengumpulan dana (crowd funding), sumbangan individu, dan lembaga.
“Biayanya patungan. Selain itu, Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni.
Sejumlah lembaga yang berkolaborasi dalam film itu adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, YLBHI, dan WatchDoc. GridPop.ID (*)