"Saya itu nyanyi, kampanye, kudune nyogok (memberi uang) malah disogok (diberi). Malah disawer.
Ada undangan, saya tidak bawa apa-apa, ketika pulang malah digawani (dikasih) beras, tempe buntelan, tempe benguk, melon, digawan-gawani.
Karena mereka tahu lagu saya, mboten saget nyangoni, mboten purun janjeni," jelasnya.
Sebelum benar-benar beralih menjadi pengamen utama, setelah lulus dari sekolah menengah kejuruan, Kukuh pernah bekerja di sebuah pabrik tekstil sekitar tahun 2007.
Namun, karena gajinya tidak mencukupi kebutuhan, terutama setelah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di pabrik tersebut, Kukuh mulai mengamen di sekitar Kawasan Monumen Nasional (Monas) pada akhir pekan.
Meskipun belum lama bekerja di pabrik, ia termasuk salah satu dari karyawan yang terkena PHK.
Meskipun demikian, dia tetap bertahan di ibu kota.
Hasil dari pengamenannya cukup lumayan, bahkan bisa mencapai Rp200 ribu per hari.
"Tapi ya itu, harus kejar-kejaran sama Satpol PP.
Jadi kalau ada Satpol PP, saya lari ke Stasiun Gambir, setelah mereka tidak ada, saya ngamen lagi," urainya.
Setelah itu, dia bekerja sebagai office boy (OB) di Taman Hiburan Jaya Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan), sambil tetap mengamen untuk mendapatkan penghasilan tambahan.