Gridpop.id - Lagi-lagi dunia hiburan disangkut pautkan dengan hingar bingar prostitusi online.
Pada Sabtu (5/1/2019) sekitar pukul 12.30 WIB, Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim menangkap Vanessa Angel di sebuah kamar hotel di Surabaya, Jawa Timur, terkait dugaan prostitusi online.
Kasus prostitusi online yang menyeret artis di Indonesia bukan hal baru.
Sebelum Vanessa Angel, sederet nama artis lain sempat naik ke permukaan lantaran terungkap keterlibatannya dalam jaringan prostitusi online.
Mereka tertangkap basah sama seperti Vanessa Angel, kedapatan tengah melayani tamu, atau hendak pulang usai berkencan.
Jaringan prostitusi online artis di Indonesia terungkap melibatkan banyak nama-nama terkenal.
Artis sinetron hingga finalis kontes kecantikan pernah dikaitkan dengan bisnis ini.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Arisandi, mengungkap bahwa pria yang diduga memesan Vanessa Angel berprofesi sebagai pengusaha.
"Iya (pekerjaannya) pengusaha. Itu aja," kata Arisandi kepada Kompas.com saat dihubungi via telepon, Minggu (6/1/2019).
Selebihnya ia menolak memberikan informasi tentang identitas pria tersebut termasuk umur dan lainnya.
"Wah, he he enggak tahu saya (usia terduga pemesan). Masa (profesi dengan penghasilan lebih kecil dari pengusaha) berani bayar Rp 80 juta," kata Arisandi.
Arisandi juga mengatakan, akan ada waktunya polisi mengungkap mengenai kasus itu lebih rinci.
Lalu bagaimana nasib pembeli jasa seks setelah itu?
Apakah ada pasal yang dapat menjerat para pembeli seks?
Baca Juga : Vanessa Angel Dikabarkan Bertarif Rp80 Juta, Artis Ini Pasang Tarif Miliaran Untuk Sekali Check In!
Mengutip dari hukumonline.com, ternyata tidak ada ketentuan khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat pengguna jasa Pekerja Seks Komersial (PSK).
Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat germo/muncikari/penyedia PSK.
Sedangkan, pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
Di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri.
Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo. Pasal 506 KUHP:
Pasal 296
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pasal 506
Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Meski demikian, di beberapa peraturan daerah ada sanksi pidana bagi pengguna PSK.
Baca Juga : Vanessa Angel Tak Bisa Berleha-leha Usai Dibebaskan, Pemeriksaan Lanjutan Kasus Prostitusi Sudah Menanti
Sebagai contoh adalah Pasal 42 ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”).
Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007:
Setiap orang dilarang:
menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
menjadi penjaja seks komersial;
memakai jasa penjaja seks komersial.
Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp. 500 ribu dan paling banyak Rp. 30 juta.
Jadi, ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat germo/muncikari/penyedia PSK.
Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing. (*)
Penulis | : | None |
Editor | : | Nailul Iffah |
Komentar