GridPop.ID - Peristiwa bom di Sri Lanka menimbulkan duka mendalam bagi banyak orang.
Ratusan orang tewas hingga trauma terus menghantui masyarakat sekitar tempat kejadian.
Namun, dibalik insiden memilukan tersebut ada seseorang yang dianggap pahlawan.
Ia rela mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatkan ratusan jemaat saat bom meledak di gereja Zion, Sri Lanka.
Pahlawan tersebut bernama Ramesh Raju yang tewas usai menghentikan salah satu pelaku ledakan bom.
Berkat aksi beraninya itu, banyak foto maupun poster terpajang di jalan menuju rumah Raju di kawasan timur kota Batticaloa.
Dilansir dari AFP via Channel News dan Kompas.com, Minggu (28/4), masyarakat sekitar memberikan penghormatan terakhir bagi ayah dua anak itu.
Raju yang juga guru Sekolah Minggu itu termasuk satu dari 29 orang, termasuk anak-anak, yang menjadi korban tewas saat bom meledak di Gereja Zion.
Aksi beraninya menghadang pelaku bom bunuh diri di depan gereja mampu menyelamatkan sekitar 600 jemaat yang tengah merayakan Minggu Paskah (21/4/2019).
Baca Juga : Sadis! Dihukum Karena Membunuh, Napi Ini Tak Kapok Menyiksa dan Memotong Napi Lainnya di Penjara
"Saat dia melihat pelaku bertindak mencurigakan, dia seharusnya bisa menyelamatkan diri. Namun, dia memilih menghadapi guna mencegahnya masuk gereja," kata sang ayah Velusami Raju.
Dari keterangan saksi mata, kala itu Gereja Zion dipenuhi jemaat dan juga peserta Sekolah Minggu.
Raju pun sempat berinisiatif mengatur kerumunan jemaat gereja.
Seketika itu, Raju melihat ada orang yang tak dikenalnya mendekat dengan membawa dua tas besar.
Raju pun segera menghentikan dan meminta pelaku untuk keluar hingga terlibat perdebatan sebelum bom meledak.
Tidak hanya Raju, ledakan bom itu juga menewaskan anak-anak serta orang tua yang kebetulan berada di dekatnya.
Mirisnya, Raju merupakan sosok tulang punggung serta pilar keluarga.
"Dia anak yang baik. Setiap kenangan yang kami berdua sangatlah berharga," terang Velusami.
Velusami juga mengungkapkan jika keduanya baru saja selesai berbicara melalui telepon beberapa menit sebelum kejadian.
Kala itu, sang ayah mengingatkan Raju agar menghubunginya usai ibadah selesai.
Telepon itu memang kembali berdering, namun kali yang menghubungi adalah umat gereja.
Di mana Velusami mendapatkan kabar putranya tewas dalam ledakan bom.
Anggota keluarga Raju lainnya juga meninggal, termasuk adik paling kecil, suami sang adik, dan putra mereka yang berusia 20 bulan.
Meski rasa kehilangan itu pasti ada, Velusami tetap merasa bangga kepada putranya itu.
"Saya kehilangan cucu saya. Namun di saat bersamaan, saya bangga kepada putra saya menyelamatkan nyawa banyak anak. Jadi, tidak ada keluarga yang harus mengalami seperti kami," tutur Velusami.
Raju menjadi sosok yang dipandang sukses lantaran mendirikan perusahaan saat usinya masih 28 tahun.
Ia juga membina keluarga bersama gadis yang dicintainya semasa sekolah.
"Banyak tentara datang ke pemakaman dan memberi penghormatan ke peti mati anak saya atas keberaniannya. Saya harap pengorbanannya menjadi inspirasi bagi yang lain," tukas Velusami.
Sementara itu dikutip dari Tribunnews.com, data terbaru mencatat jumlah korban tewas dalam peristiwa bom di Sri Lanka sebanyak 253 orang.
Sebelumnya dikabarkan rilis data korban tewas sebanyak 359 orang karena salah hitung potongan jenazah.
Diwartakan kantor berita AFP, revisi tersebut berdasarkan hasil forensik yang menunjukkan beberapa sisa-sisa jenazah rusak parah dihitung secara keliru.
"Banyak korban berupa potongan-potongan jenazah yang parah. Ada yang dihitung dua kali," demikian penjelasan dari Kementerian Kesehatan Sri Lanka.
Pelaku pun sudah diamankan dan beberapa masih menjadi buronan.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan beberapa pelaku sudah berada dalam pengawasan polisi.
Namun, mereka tidak segera ditangkap karena aparat tidak mempunyai cukup bukti.
Total ada 70 orang yang ditangkap, dan dalam penyerbuan sebanyak 16 orang ditangkap dari berbagai lokasi di dekat Colombo. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com,AFP |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar