GridPop.ID - Belakangan viral kisah bocah kelas 3 SD yang berjuang untuk menimba ilmu.
Ia sempat viral di media sosial karena bersekolah tanpa sepatu dan berangkat menggunakan kereta KRL commuter line.
Dikutip dari Suar.grid.id, Rabu (1/5/2019), bocah itu bernama Karim Maulah (10) siswa kelas 3 sekolah nonformal Masjid terminal Depok.
Karim bersekolah di Depok namun tempat tinggalnya di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Bocah kelas 3 ini harus berangkat jam 3 pagi hari karena jarak rumah ke sekolahnya yang jauh.
Dalam foto yang beredar, Karim nampak berseragam dan membawa tas namun tidak memakai sepatu, hanya sandal biasa.
Baca Juga : Terjadi Lagi! Anak SD Ini Dibully Sampai Menangis Karena Beli Sepatu dari Hasil Mulung Barang Bekas
Kini, Karim dan neneknya sudah mendapatkan bantuan berupa korntrakan gratis selama setahun dan kebutuhan sehari-hari hingga sekolah dari Komunitas Indonesia Memberi.
Komunitas Indonesia Memberi telah memindahkan Karim dan neneknya ke kontrakan di Depok dekat dengan sekolahnya.
Namun, tak afdal rasanya jika tidak menilik perjuangan Karim saat masih menempuh jarak jauh untuk bersekolah.
Dikutip dari Kompas.com, Nenek Karim, Diana (61) menceritakan bagaimana cucunya akhirnya berani berangkay sekolah seorang diri dengan menempuh perjalanan yang tidak dekat.
Baca Juga : Sungguh Malang, Anak SD Tewas Tenggelam ketika sang Ibu dan Penjaga Kolam Renang Ceroboh Main HP
Ia mengatakan, pada awal masuk sekolah, mulanya Karim diantar jemput olehnya.
"Cuma karena saya sakit pengapuran dan sempat dirawat di rumah sakit akhirnya Karim berangkatnya sendirian," ucap Diana sembari tersenyum tipis.
Diana sempat khawatir membiarkan anak kecil tanpa pengawasan, namun rasa khawatir itu hilang oleh kemauan dan semangat cucunya untuk bersekolah.
"Karim bilang ke saya, 'Sudah tidak apa-apa, Nek, aku berangkat sendiri, aku berani kok. Nenek sembuh aja ya dulu'," ucap Diana menirukan perkataan cucunya.
Sejak itu, Karim sering berangkat sendiri ke sekolah.
Jika sedang tidak sakit parah, Diana menyempatkan diri menjemput Karim walau harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Diana menerangkan bagaimana semangat Karim untuk sekolah sangat tinggi.
Sejak pukul 03.00 WIB, Karim bangun tidur dan mempersiapkan keperluannya sendiri untuk sekolah.
"Dia yang bangunin saya, Mbak tiap hari kalau mau berangkat, 'Nek bangun, Nek, aku mau sekolah, aku sudah siap,'" kata Diana.
Berangkat subuh ke Stasiun Kemayoran, Karim diantar kakeknya yang bekerja sebagai tukang ojek.
Baca Juga : Ketika Krisdayanti dan Ashanty Punya Kriteria Berbeda untuk Calon Suami Aurel
"Kakeknya mah nganter sampai stasiun, nanti dia yang beli tiket sendiri dan jalan sendiri sampai sekolahan," ucap Diana.
Tak berhenti sampai situ, perjuangan Karim masih berlanjut dari Stasiun Kemayoran menempuh perjalanan 1,5 jam sampai ke Stasium Depok Baru.
Dari stasiun, Karim berjalan kaki sejauh 550 meter atau sekitar 7 menit menuju Sekolah Master.
Baca Juga : Bergelimang Harta, Krisdayanti Adakan Pesta Ulang Tahun Mewah Bak Ratu dengan Kue Tart Tingkat 4!
Sejak kecil Karim sudah tinggal dengan nenek-kakeknya karena biasa ditinggal pergi oleh orang tuanya.
Ibu Karim meninggal tahun 2018 karena sakit paru-paru, sementara ayah Karim tinggal di Manggarai.
"Jadi seperti tidak ada yang penduli sama Karim, saya kasihan sama ini anak. Tapi sekarang jadi banyak yang sayang sama Karim," ujar Diana.
Mirisnya, Karim saat masih bayi sering keluar masuk rumah sakit lantaran gizi buruk.
"Dulu Karim ini bayi gizi buruk, badannya kurus banget. Sejak kecil enggak diperhatikan orang tuanya, makanya lansung saya ambil dan urus dia sejak bayi," kata Diana.
Awalnya, Diana dan Karim tinggal di daerah Situ Lio, Depok, kemudian pindah ke daerah Kemayoran, JakPus, pada 2016.
Dengan memungut botol-botol bekas yang juga biasa dibantu Karim, Diana bisa memenuhi kebuthan sehari-hari.
"Ditambah saya kan lagi sakit, dia yang jalan kadang pilangh sekolah ngangkutin botol-botol bekas. Dia tuh tahu banget kalau neneknya lagi sakit, kakinya dipijetin," ucapnya.
Diana menyampaikan bahwa Karim memiliki cita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara karena sering menonton film perang.
"Dia itu suka film perang terus dia selalu bilang ke saya, 'Nek, aku nanti mau jadi TNI supaya bisa lindungi Indonesia dan orang banyak'," cerita Diana.
Seiring semangat cucunya untuk tetap menimba ilmu, Diana pun hanya mampu memadahkan doanya untuk Karim.
"Saya mah hanya bisa berdoa saya bisa sekolahin dia sampai nanti dia jadi tentara biar buktiin ke orang-orang kalau orang kecil juga bisa sukses," pungkas Diana. (*)
Source | : | Kompas.com,Suar.grid.id |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar