GridPop.id - Tragedi bom di Sri Lanka beberapa waktu lalu membuat banyak perubahan di negeri itu.
Pemerintah memutuskan mengambil berbagai sikap untuk meminimalisir keadaan.
Mereka tak mau hal serupa terulang lagi, termasuk melarang cadar.
Ketegangan religius ditambah keputusan pemerintah yang melarang cadar dan penutup wajah sejak tragedi bom Paskah amat berpengaruh terhadap warga Muslim Sri Lanka.
Para perempuan Muslim Sri Lanka terpaksa melepas hijab, cadar atau abaya yang biasa mereka kenakan.
"Saya tidak lagi mengenakan abaya dan hijab beberapa hari belakangan ini karena berbagai komentar dan cara warga lain memandang saya," ujar seorang perempuan yang tak mau disebut identitasnya.
"Saya akan mengenakan hijab kembali jika situasi sudah tenang dan warga mulai tidak terlalu paranoid," tambah dia.
"Sebenarnya hijab tidak dilarang, tetapi banyak orang melihat saya dengan curiga saat melihat saya mengenakan hijab," lanjutnya.
Mareena Thaha Refai, seorang pendakwah dan ketua sebuah organisasi perempuan, mengatakan, untuk saat ini lebih baik mengikuti larangan yang diterapkan pemerintah daripada memicu ketegangan antar-agama.
Baca Juga : Sindir Alat Kelamin Irfan Sbaztian, Elly Sugigi Ungkap Pengalamannya Tidur Bersama Sang Mantan Pacar
"Ini bukan saatnya memperdebatkan masalah hak. Lebih dari 250 orang tewas dan 500 orang lainnya luka."
"Turunkan emosi. Mari bicarakan masalah ini dengan tenang," ujar Mareena.
Mareena tidak melihat adanya alasan rasional larangan mengenakan hijab atau cadar yang diberlakukan pemerintah.
Sebab, tak satu pun pelaku bom bunuh diri itu menutup identitas mereka saat meledakkan gereja dan sejumlah hotel di Minggu Paskah lalu.
Sementara itu, Uskup Agung Kolombo Kardinal Malcolm Ranjith mengatakan, pihaknya tidak bisa mengambil posisi terkait larangan penggunaan cadar ini.
"Kami tak bisa mengambil posisi. Kami tidak tahu dasar dari strategi ini. Namun, beberapa ulama Muslim menyetujui langkah ini," ujar Ranjith.
Di sisi lain, biksu Buddha ternama di Sri Lanka, Omalpe Sobitha, menyambut baik langkah pemerintah melarang penggunaan cadar.
"Saat orang menutup wajah mereka, kita tidak tahu siapa di balik cadar itu," kata Sobitha.
"Bahkan para kriminal bisa menggunakan pakaian semacam ini untuk menutup identitas mereka. Jadi ini adalah langkah bagus," tambah dia.
Sobitha kemudian mengambil contoh bagaimana sejumlah negara Eropa juga melarang penggunaan penutup wajah di ruang publik.
Di sisi lain, Majelis Ulama Sri Lanka, beberapa hari sebelum larangan cadar diberlakukan, sudah mengimbau para perempuan Muslim agar tidak menutup wajah mereka.
"Kami mengimbau kepada para saudari kami untuk menyadari adanya situasi darurat di negara kita," demikian Majelis Ulama Sri Lanka dalam pernyataan resminya.
"Kami menyarankan agar dalam situasi saat ini para saudari tidak mencoba menghindari pasukan keamanan yang berusaha memulihkan situasi, dengan mengenakan cadar," tambah majelis.
Sri Lanka, negeri dengan penduduk sebanyak 21 juta jiwa itu, merupakan percampuran antara sejumlah etnis dan kelompok agama.
Kelompok mayoritas adalah etnis Sinhala dan pemeluk Buddha. Sementara pemeluk Islam berjumlah 10 persen dari jumlah penduduk, dan pemeluk Kristen berada di posisi ketiga.
Baca Juga : Adara Taista Meninggal Karena Kanker, Rasyid Rajasa Ungkap Perlakuan Ani Yudhoyono Sebelum Istrinya Wafat
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Grid. |
Komentar