Pada zaman dulu, orang Belanda yang bermukim di pegunungan mengonsumsi buah ini langsung atau dijadikan selai untuk teman roti bakar.
Sampai sekarang jenis peruviana ini masih terkenal sebagai cape gooseberry dan menjadi favorit orang Amerika.
Sebagai herba menahun, tanaman dari suku terung-terungan Solanaceae ini tumbuh tegak, bercabang cukup banyak, yang berambut pendek.
Bunganya muncul di ketiak daun yang berwarna putih kekuning-kuningan dimana lalu tumbuh buah yang bentuknya mirip lentera, menggantung dengan warna hijau muda.
Mula-mula rasanya agak getir, namun jika sudah masak akan terasa manis agak asam.
Dalam buku Plantes Medicinalis karangan dua pakar botani Prancis, Volak dan Jiri Stoduca disebutkan bahwa ceplukan sudah dikenal oleh orang Romawi di zaman kejayaan ketika mereka menjajah bangsa Timur.
Saat banyak prajurit yang terluka dalam pertempuran, ceplukan digunakan sebagai pengobatan tradisional.
Daunnya dilumatkan lalu ditempelkan pada luka, dan orang yang bersangkutan juga akan memakan buahnya sehingga lukanya cepat sembuh.
Mereka begitu kagum akan kehebatan khasiat tanaman itu, sehingga mereka menyebutnya physalis (penyelamat).
Sejumlah tanaman dan buahnya dibawa pulang ke Roma dan menjadi tanaman obat yang terkenal di seluruh dunia zaman itu.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan berabad-abad kemudian, ternyata buah ceplukan mengandung vitamin C yang relatif tinggi yang diklaim lebih tinggi dibandingkan anggur.
Dengan harganya yang sedemikian tinggi, ceplukan dimanfaatkan sebagai antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan dan imunosupresan (imunomodulator), antiinflamasi, antioksidan, analgesik, dan sitotoksik.
Buah ini juga ampuh sebagai peluruh air seni (diuretic), menetralkan racun, meredakan batuk, mengaktifkan fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan anti tumor.
Komentar