GridPop.ID - Kebakaran yang diduga karena ledakan tabung gas terjadi di pabrik macis atau korek api gas di Binjai, Sumatera Utara, Jumat (21/6/2019).
Insiden nahas tersebut menewaskan 30 orang termasuk pekerja dan anak-anak.
Keluarga pihak korban tewas pun membagikan momen terakhir saat bersama korban sebelum kejadian.
Melansir dari Kompas.com, Jumat (21/6), data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Langkat diketahui, ke-30 korban tewas pada kebakaran pabrik mancis di Jalan Tengku Amir Hamzah, Desa Sambirejo Dusun IV, Binjai, Sumatera Utara, adalah perempuan.
Lima korban adalah anak-anak yang ikut dibawa ibunya bekerja memasang kepala gas di pabrik yang berdiri hampir empat tahun itu.
Jenazah para korban sudah berada di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumut di Kota Medan untuk menjalani otopsi.
Petugas medis masih melakukan pendataan dan menyiapkan tenda di depan ruang instalasi jenazah untuk para keluarga korban yang hendak melakukan pendaftaran data ante mortem dan post mortem.
Wajah-wajah mereka murung dan berduka, seperti yang terlihat dari raut wajah Sofyan.
Pria ini sangat berduka kehilangan istri dan putri kesayangannya.
Dengan suara pelan, dia bilang, saat kejadian dirinya sedang tidak bersama anak dan isrinya karena menghadiri suatu acara.
Tiba-tiba teleponnya berbunyi menanyakan apakah anak dan istrinya sudah pulang apa belum.
"Ku bilang belum, terus kawan itu bilang kalau pabrik terbakar. Aku langsung lari menerobos lokasi kebakaran itu. Ku tengok tumpukan mayat di ruangan, sama mayat Yuli Fitria istriku dan anakku, Syifa," katanya di Rumah Sakit Bhayangkara, Jumat (21/6/2019) petang.
Diceritakannya, anaknya sudah duduk di kelas lima sekolah dasar.
Setiap pulang sekolah, korban langsung mendatangi pabrik karena tidak ada orang di rumah.
Sembari menahan derai air matanya, Sofyan mengaku tak punya firasat apa-apa sebelum kejadian tragis ini.
"Sedih kali aku, istriku udah tiga tahun kerja di sana," katanya lantas beranjak.
Duka yang sama juga dialami Novita Sari, adik kandung korban Yunita Sari.
Dia mengatakan, setiap bekerja, kakaknya selalu membawa kedua anaknya, Pinja Runisa (10) dan Runisa Sakila (2).
"Kakakku kerja sambilan di pabrik itu," katanya singkat.
Lain cerita Faisal, pria 38 tahun ini langsung dipeluk kerabatnya untuk ditenangkan ketika tiba di RS Bhayangkara.
Maris, istri tercintanya terakhir kali dilihatnya pada Jumat pagi.
Faisal mengaku tak punya tanda-tanda akan pergi jauh yang ditunjukkan sang istri.
Berangkat pagi biasa dan mencium tangannya untuk berpamitan.
"Salaman, pamit kerja, biasa saja," kata Faisal dengan mata berkaca-kaca.
Korban meninggalkan satu anak berusia empat tahun.
Menurut Faisal, biasanya sang anak juga ikut ibunya bekerja, namun waktu kejadian tidak ikut dibawa karena ada neneknya datang.
Maria juga sudah tiga tahun bekerja di pabrik yang terbakar pada jam istirahat makan siang itu.
Menurutnya, pemadam kebakaran terlambat datang sehingga api dengan cepat menghanguskan segalanya.
"Tadi pemadam lambat datangnya," ucapnya.
Dewi, warga sekitar pabrik kepada wartawan mengatakan, kebakaran diduga dari ledakan tabung gas yang membuat api langsung menyambar apa saja di rumah yang memproduksi macis atau korek api gas ini.
Para korban yang bekerja dalam satu ruangan tak sempat keluar dan terjebak di dalam api.
Sesaat setelah warga mencoba menolong dan memadamkan api, tiga unit pemadam kebakaran dari Pemerintah Kota Binjai dan Pemerintah Kabupaten Langkat tiba di lokasi.
"Kebanyakan korban dari Desa Sambirejo, keluargaku juga ada yang jadi korban," katanya.
Sementara empat korban yang selamat adalah mereka yang meniggalkan pabrik karena makan siang.
Melansir dari Tribun Medan, Pengawas Disnaker Sumut UPT I Medan-Binjai-Langkat Mahipal Nainggolan mengatakan, pabrik mancis ini beroperasi tanpa izin alias ilegal.
"Belum ada izin dari perangkat daerah, belum ada laporan dari perangkat daerah. Pengusaha akan dipanggil terkait hal ini," katanya di lokasi kejadian.
Seorang mantan pekerja pabrik mancis yang dijumpai Tribun Medan mengatakan, mereka bekerja merakit mancis, seperti memasang batu mancis, dan mengisi cairan gas mancis.
Saat bekerja, katanya, pintu pabrik dikunci untuk mengantisipasi pencurian oleh pekerja.
"Aku pernah kerja di sini, ini lihat saudara saya kerja sini. Saya sudah lama berhenti. Dulu saya kerjanya masang batu mancis, kalau kerja semua pintu memang ditutup, paling dari satu belakang aja kalau keluar masuk," katanya. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Medan |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar