GridPop.id - Ini kasus yang memalukan dunia pendidikan.
Syaiful Hamali, oknum dosen UIN Raden Intan harus menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (23/7/2019), karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap EP, mahasiswanya.
Pelecehan dilakukan Syaiful saat EP sedang mengumpulkan tugas mandiri mata kuliah Sosiologi Agama II di ruang dosen.
Syaiful menjalani sidang lanjutan secara tertutup di ruang Soebakti PN Tanjungkarang.
Sidang lanjutan yang dipimpin ketua majelis hakim Aslan Ainin diagendakan mendengarkan keterangan 6 saksi dan satu saksi korban yang dihadirkan jaksa.
Baca Juga: Kembali ke Indonesia, Laudya Cynthia Bella Minta Bantuan Ibunya, Ada Apa?
Ketua tim advokasi perempuan Damar yang mendampingi EP, Meda Fatinayanti, mengatakan, saksi yang disiapkan sebanyak sembilan orang, tetapi yang datang tujuh orang yang semuanya adalah mahasiswa dan satu saksi korban.
"Jadi, ini sudah sidang kedua kalinya," katanya. Hal senada dikatakan jaksa Marinata yang membenarkan pemanggilan tujuh saksi, termasuk saksi korban.
"Hari ini tujuh saksi. Tapi karena waktunya pendek, yang diperiksa baru satu. Nanti yang lain diperiksa minggu depan," ucapnya.
Dalam dakwaannya, Marinata mengatakan, terdakwa telah melakukan perbuatan pelecehan dengan seorang, padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya seperti yang diatur dalam Pasal 290 ke-1 KUHP.
Jaksa menuturkan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa pada Jumat, 21 Desember 2018 sekitar pukul 13.20 WIB, saat EP hendak mengumpulkan tugas mandiri mata kuliah Sosiologi Agama II.
"Saksi korban tidak sendirian, dia ditemani oleh temannya," ungkap jaksa.
EP bersama IN berada di ruang dosen pengajar untuk menemui dosen pengajar mata kuliah tersebut, yakni terdakwa Syaiful Hamali.
Kemudian, EP bertemu terdakwa di depan ruang dosen pengajar.
Lalu, EP berkata kepada terdakwa, “Pak ini saya mau ngumpulin tugas karena kemarin pada saat UAS saya keluar duluan, jadi tidak tahu bahwa tugas tersebut sudah dikumpul.”
"Terdakwa kemudian masuk ke dalam ruangan dosen yang kemudian diikuti oleh saksi korban," ucap jaksa.
Di dalam ruangan tersebut, terdakwa berdiri membelakangi meja kerjanya dan berhadapan dengan EP yang tengah berdiri.
Kata jaksa, EP berkata kepada terdakwa, “Maaf Pak saya terlambat ngumpulin tugas karena waktu UAS saya keluar duluan, jadi tidak tahu tugasnya dikumpul.”
"Tugas tersebut dibuka-buka sebentar oleh terdakwa lalu tugas tersebut diletakkan terdakwa di atas meja kerja terdakwa," kata jaksa.
Saat itu terdakwa sempat memegang lengan kiri EP dan mengelus-elus dagu korban.
Namun, tangan kanan terdakwa memegang lengan kiri EP sembari mengelus-elus, dan dilanjutkan mengelus-ngelus dagu saksi korban sembari berkata, “Ini apa?”
Atas perlakuan tersebut, saksi korban merasa takut sehingga melangkah mundur sambil berkata, “Bagaimana Pak tugas saya diterima apa tidak?” "Tapi, terdakwa diam saja tidak menjawab," kata jaksa.
Menurutnya, terdakwa memandangi EP sambil tersenyum.
Karena tidak nyaman, korban EP izin pulang.
Namun, oleh terdakwa tangan kiri korban ditarik sehingga korban terdesak di pojokan ruangan.
Kepada saksi korban, terdakwa sempat mengeluarkan pernyataan yang menjurus ke arah dugaan pelecehan.
Jaksa melanjutkan, terdakwa tetap berusaha menahan dengan memegang lengan kiri EP. Lalu,
EP tetap berusaha untuk keluar ruangan.
Terdakwa diduga melakukan aksi pelecehan yang membuat saksi korban berteriak.
Tetapi, EP mengaku masih mendapat aksi pelecehan lain dari terdakwa.
"Saksi korban pun langsung keluar dan menghampiri rekannya yang tengah menunggu," kata jaksa.
Atas perbuatan terdakwa, EP merasa kesal sehingga selalu merasa ketakutan dan berkeringat dingin bila akan menghadap terdakwa.
Tak hanya itu, mata kuliah yang diambil oleh EP diberikan nilai E oleh terdakwa.
"Dari hasil observasi saksi ahli psikolog, saksi korban mengalami keadaan tidak berdaya secara psikis," katanya.
Tim penasihat hukum Syaiful Hamali, Muhammad Suhendra, mengatakan, dalam persidangan kali ini pihaknya merasa ada beberapa janggalan.
"Menurut kami, korban ini banyak kejanggalan seperti yang disampaikan di luar logika," ungkapnya.
Kata Suhendra, korban saat peristiwa ada kemampuan berteriak saat terdakwa melakukan tindakan, tapi hal tersebut tidak dilakukan.
"Kemudian, ada kemampuan korban untuk membawa saksi lain saat menghadap terdakwa, dan terdakwa sering berkelakuan genit, dari keterangan tersebut harus dibuktikan. Jauh dari membuktikan bahwa terdakwa bersalah kami kuasa hukum akan membuktikan peristiwa ini ada atau tidak," katanya.
Tak hanya itu, Suhendra mengatakan saksi melakukan kebohongan terkait tidak adanya tim pencari fakta.
"Korban mengatakan tidak ada peran kampus, ini bertentangan dengan fakta, padahal dibentuknya tim pencari fakta (untuk mencari) apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu ada, dan terdakwa bilang tidak ada dan tak pernah dipanggil," katanya.
"Sedangkan hasil temuan fakta menyatakan telah melakukan pemanggilan dua kali kepada korban dan saksi korban cenderung melakukan kebohongan, bilangnya di Kotabumi tapi ternyata di Bandar Lampung itu yang akan menjadi bukti kami," katanya.
Ketua tim advokasi perempuan Damar yang mendampingi saksi korban EP, Meda mengungkapkan bahwa oknum dosen tersebut diduga pernah melakukan hal serupa pada 2016.
Polda Lampung telah melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, yaitu korban mahasiswi UIN Raden Intan berinisial E pada Selasa (8/1/2019).
Meda membenarkan pemeriksaan pelapor dalam kasus oknum dosen UIN Raden Intan yang diduga pelecehan mahasiswi tersebut.
"Ya kemarin kami ke Polda, agendanya pemeriksaan pelapor," ujar Meda, Rabu, 9 Januari 2019. Menurut Meda, Damar turut hadir dalam pemeriksaan untuk melakukan pendampingan kepada korban.
"Kemarin hanya ditanyakan soal kronologi. Saksinya ada dua," katanya. "(Pertanyaan ke) saksi masih sama, seputar kronologi, yang mendengar dari cerita," katanya.
Menurut Meda, berdasarkan catatan Damar, oknum dosen yang menjadi terlapor dalam kasus korban E pernah terjerat kasus serupa.
"Kalau yang korban lain tahun 2016, itu ada," kata Meda.
Meda mengatakan, pihaknya akan menguatkan bukti tindak asusila terhadap korban E. "Selanjutnya melengkapi saksi-saksi untuk menguatkan bukti,” katanya.
Baca Juga: Jefri Nichol Positif Gunakan Narkoba, Terancam 12 Tahun Penjara Hingga Denda Miliaran Rupiah!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Gridep |
Komentar