"Kami juga membawa dua korban yang sudah dipulangkan dari Tiongkok. Dilakukan serah terima dari Kemenlu pada Gubernur Kalbar. Kami sudah bicara dengan dua orang saudara perempuan kita yang menjadi korban TPPO. Sudah kita ketahui masalahnya apa dan modusnya seperti apa saat mereka dirayu mak comblang," tegasnya.
Retno menjelaskan, penanganan kasus TPPO ini harus melibatkan semua stakeholder di Kalbar.
"Saya kira koordinasi ini menjadi sangat penting sehingga untuk menyelesaikan masalah ini," ucap Retno.
Sebagai seorang perempuan, Menlu Retno dapat merasakan apa yang dirasakan para korban.
Kasus TPPO, kata Menlu, adalah kasus lama yang belakangan kembali muncul.
"Di KBRI sendiri pada saat ini ada 18 orang korban TPPO dan diamankan melalui modus perkawinan pesanan atau pengantin pesanan. Kasus 18 orang yang ada di KBRI mungkin tidak merefleksikan banyaknya kasus sebenarnya, tapi bagi Kemenlu ini sudah sangat banyak," tambahnya.
Untuk mencegah hal tersebut, Menlu mengajak semua pihak bergerak terlebih menurutnya TPPO adalah kejahatan transnasional yang penanganannya perlu koordinasi lintas negara.
"Kami sudah bertemu dengan tujuh korban yang ada di Kalbar dan kami berdialog mengintrogasi, mewawancarai bahwa dari keterangan para korban pola perekrutan pengantin kontrak dipastikan dapat dipelajari," ucapnya.
Korban bercerita mulai awal, proses menikah, perjalanan hingga apa yang dialami selama di Tiongkok.
"Saya sudah melakulan pertemuan dengan duta besar Tiongkok, dan duta besar kita yang berada di Tiongkok sudah bertemu dengan mentri luar negeri Tiongkok untuk menyamakan persepsi bahwa kasus ini dilihat sebagai dugaan tindak pidana TPPO bukan hanya pernikahan biasa," lanjutnya.
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar