GridPop.ID - Rencana pemindahan ibu kota negara di Kalimantan Timur menyita perhatian publik.
Hal itu juga menimbulkan berbagai pendapat dari banyak pihak, termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Sempat mencuri perhatian pada konferensi pengumuman ibu kota baru oleh Presiden Joko Widodo, bagaimana pendapat Anies Baswedan terkait pemindahan ibu kota negara?
Dikutip dari Kompas.com, Senin (26/8/2019), Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan ibu kota baru dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).
Presiden Jokowi mengumumkan bahwa ibu kota baru akan berada di Kalimantan.
"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi.
Pada konferensi tersebut, ada kejadian unik yang mengiringnya.
Dikutip dari GridHot.ID, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta mendapatkan protes saat berusaha meninggalkan kursinya di sela acara sedang berlangsung.
Aksi tersebut diunggah dalam siaran pengumuman Ibu Kota baru di Youtube Kompas TV.
Awalnya acara sudah sampai ke tahap sesi tanya jawab kepada awak media sehingga satu persatu menteri nampak mulai meninggalkan kursinya dengan santai.
Namun ketika Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Anies beranjak, mereka justru mendapatkan protes.
Tanpa basa-basi, Basuki dan Sofyan pun kembali duduk ke kursinya dan melanjutkan acara, sementara Anies sempat mengelak dan berusaha menunjuk menteri lainnya.
Akibatnya ruangan menjadi riuh, sehingga Anies memutuskan untuk kembali duduk di kursinya semula.
Namun setelah duduk kembali, Anies justru menunjukkan ekspresi seakan kesal dan menopang dahi.
Ekspresi Anies ini tertangkap kamera ketika dirinya duduk di posisi belakang.
Baca Juga: Anies Baswedan Sebal dan Geram Atas Pergub Reklamasi Peninggalan Ahok, Ini Penyebabnya
Nampak dahi wajah sang Gubernur tertunduk dan ditutupi tangan yang sedang menopang dahinya.
Terlepas dari ekspresinya yang menjadi sorotan itu, rencana pemindahan ibu kota negara itu tentu menuai berbagai komentar dari berbagai pihak.
Salah satunya dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyampaikan argumennya.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/8/2019), Anies menyampaikan bahwa pemindahan ibu kota negara sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah pusat.
Namun, Anies mengatakan, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur tak akan mengurangi kemacetan di Jakarta.
Sebab, sebagian besar kendaraan di Jakarta berasal dari kendaraan pribadi. Kemacetan Jakarta hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kendaraan pegawai pemerintahan.
"Pemerintah itu kontribusi kemacetannya itu sangat kecil sekali," kata Anies, Selasa kemarin.
Karena itu, meski ibu kota negara dipindahkan, Anies berjanji Pemprov DKI tetap akan memperbaiki dan memperbanyak transportasi umum.
Pembangunan Jakarta melalui konsep urban regeneration, kata Anies, tetap berjalan meskipun ibu kota negara pindah.
Pemerintah sudah merencanakan alokasi anggaran Rp 571 triliun untuk urban regeneration.
Urban regeneration adalah pembangunan perkotaan dari beberapa aspek, mulai dari perumahan, transportasi, air bersih, hingga pengelolaan air limbah.
"Saya ngobrol dengan Pak Presiden, beliau menegaskan komitmen untuk pembangunan Jakarta tidak berubah, jalan terus," ujar Anies.
Di sisi lain, Anies menuturkan, pemindahan ibu kota akan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta.
Menurutnya, bekas perkantoran yang ditinggalkan di Jakarta akan dijadikan RTH.
"Mudah-mudahan dengan adanya perpindahan itu lebih banyak ruang terbuka hijau. Itu bekas-bekas kantor mudah-mudahan menjadi taman di tempat-tempat yang strategis," ucapnya.
Gedung yang ditinggalkan juga bisa digunakan kembali sebagai kantor. Apalagi, Jakarta direncanakan tetap menjadi pusat ekonomi di Indonesia meski ibu kota negara pindah.
Pemindahan ibu kota negara, menurut Anies, akan menjadi sejarah yang dikenang bahwa Jakarta pernah menjadi pusat pemerintahan. (*)
Source | : | Kompas.com,GridHot.ID,GridPop.ID |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar