Noi bahkan ikut senang jika anjingnya dirawat oleh orang yang menyayangi anjingnya.
"Aku tidak punya alasan untuk menolak permintaannya," ungkap Noi.
"Karena Saowaluck selama ini merawat Bong Bong dengan baik, aku percaya mereka mereka akan bahagia bersama," tuturnya.
"Tapi aku ingin Bong Bong dibawa ke rumahnya, tidak di jalan lagi," pinta Noi kepada Saowaluck.
Saowaluck pun berjanji akan membawa anjing itu ke rumahnya dan akan merawatnya sepenuh hati.
Sudah menjadi rahasia umum jika anjing bisa menjadi sahabat manusia yang paling setia, seperti yang dialami Leo alias Bong Bong di atas.
Usut punya usut, sifat anjing yang bisa bersahabat dengan manusia tersebut pernah menjadi bahan penelitian.
Dikutip dari Kompas.com, (20/7/2017), Sebuah studi yang dilakukan oleh ilmuwan hewan Monique Udell dari Oregon State University dan Bridgett vonHoldt, seorang ahli biologi evolusioner dari Universitas Princeton, menemukan jawabannya.
"Kita pernah menduga bahwa selama proses domestikasi, anjing mengembangkan kognisi sosial mutakhir yang tidak dimiliki serigala," kata Udell seperti yang dikutip dari Science Alert 20 Juli 2017.
Namun, ternyata jawabannya berada pada tingkat genetik. Dalam studi tersebut, Udell dan vonHoldt menemukan kemiripan antara kromosom anjing dengan kromosom manusia yang memiliki sindrom Williams-Beuren.
Sindrom Williams-Beuren adalah kelainan perkembangan yang mempengaruhi fitur wajah manusia dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kelainan jantung, kelainan pada otak, dan sistem saraf.
Dibandingkan dengan serigala, anjing terbukti lebih mudah bergaul.
Kemudian, ketika mengurutkan genom hewan di laboratorium, ditemukan bahwa variasi di wilayah kromosom enam pada DNA anjing sejajar dengan sikap sosial anjing tersebut.
Lebih lanjut, penyisipan genetik (transposons) pada WBSCR yang mempengaruhi protein GIF21 ditemukan sangat terkait dengan hipersosialisme pada anjing.
Jika penyisipan genetik lebih sedikit, anjing akan bertingkah layaknya serigala dan suka menyendiri, dan sebaliknya.
Anehnya, yang memengaruhi sindrom Williams-Beuren pada manusia bukannya penyisipan, melainkan penghapusan genetik pada kromosom tujuh (setara dengan kromosom enam pada anjing).
Temuan ini pun membuat Udell dan vonHoldt kebingungan. Mereka tak sepenuhnya memahami apa yang terjadi dan dengan jumlah sampel yang sedikit, Udell dan vonHoldt harus berhati-hati dalam menarik kesimpulan.
Walaupun demikian, penelitan ini adalah langkah maju untuk mengetahui bagaimana genetika dasar memengaruhi perilaku sosial pada anjing dan manusia.
"Kami belum menemukan 'gen sosial', tetapi kami menemukan komponen (genetik) penting yang membentuk kepribadian binatang dan membantu proses penjinakkan serigala liar menjadi anjing," ujar vonHoldt menjelaskan.
Temuan ini telah dipublikasikan jurnal Science Advance pada 19 Juli 2017 Volume 3. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar