GridPop.ID - Di balik kepergian Djaduk Ferianto untuk selama-lamanya, ternyata pegiat seni asal Yogyakarta itu sudah menyiapkan tiga agenda besar.
Bukan hanya agenda di dalam negeri dalam waktu dekat ini, putra bungsu Bagong Kussudiardja itu diagendakan akan mengisi panggung di Afrika Selatan.
Namun setelah Djaduk meninggal dunia, akankah tiga agenda besar yang telah direncanakan tersebut tetap berjalan?
Diberitakan Kompas.com, Butet Kartaredjasa menyampaikan bahwa sang adik, Djaduk Ferianto, mendapat serangan jantung saat berada di rumah. Akibat serangan jantung itulah, seniman musik ini meninggal dunia.
"Tadi kurang lebih jam 02.30 WIB, Djaduk mendapatkan serangan jantung," ujar Butet Kartaredjasa saat ditemui di rumah duka, Rabu (13/11/2019).
Keluarga juga memanggil dokter dari RS JIH untuk datang memeriksa Djaduk Ferianto. Dokter yang memeriksanya memastikan bahwa Djaduk meninggal dunia.
"Djaduk meninggal dunia di pangkuan istrinya," ucap Butet.
Menurut dia, keluarga tidak mengetahui penyebab serangan jantung tersebut. Namun, memang pada hari-hari terakhir ini Djaduk sangat sibuk beraktivitas.
"Yang pasti di hari-hari terakhir ini Djaduk sangat sibuk untuk latihan musik dan sedang menyiapkan Ngayogjazz yang akan dilaksanakan tanggal 16 November di Godean," kata Butet.
Sekitar pukul 10.48 WIB, peti jenazah Djaduk Ferianto tampak diusung keluar dari dalam rumah duka.
Jenazah Djaduk dibawa menggunakan ambulans ke Padepokan Seni Bagong Kussudiardja untuk disemayamkan.
Jenazah seniman kelahiran Yogyakarta pada 19 Juli 1964 ini dimakamkan di pemakaman keluarga Sembungan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.
Diberitakan Tribun Jogja, Butet tidak mengetahui secara pasti mengapa adiknya bisa terkena serangan jantung.
Namun ia menduga, Djaduk terkena serangan jantung karena aktivitas yang cukup melelahkan dan menguras energi.
Ternyata, ada tiga agenda besar yang sedang dipersiapkan oleh Djaduk. Antara lain, Ngayogjazz yang akan digelar cukup meriah pada 16 November mendatang.
Festival Jazz tahunan ini rencananya akan dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Bahkan, para pendiri Ngayogjazz, dikatakan Butet, sudah diminta oleh Djaduk nantinya untuk naik ke atas panggung semua, untuk mendampingi Mahfud MD.
"Djaduk ingin perfeksionis. Pekerja keras. Persiapan dilakukan menyedot energi dan konsentrasi yang melebihi dosisnya. Itulah Djaduk," kata dia.
Butet berharap, meskipun adiknya telah berpulang, Ngayogjazz 2019 nanti tetap diselenggarakan.
"Sebagai monumen terakhirnya Djaduk," kata dia.
Selain mempersiapkan Ngayogjazz 2019, seniman dengan nama lengkap RM Gregorius Djaduk Ferianto itu dijadwalkan juga akan melangsungkan pertunjukan Teater Gandrik di Surabaya, yang mengangkat tema 'Para Pensiunan'.
Teater ini akan dipentaskan di Mall Ciputra pada awal Desember. Latihan perdana sedianya diagendakan 14 November 2019 besok.
"Saya tidak tahu apakah pentas ini mau dilanjutkan atau tidak. Saya tidak bisa membayangkan suasana hati teater Gandrik yang harus main full dengan kejenakaan. Tapi situasi hati seperti yang saya rasakan sekarang ini. Butuh perjuangan untuk menata hati," ungkap dia.
Selain dua agenda musik dan teater di dalam negeri, Djaduk dan Butet diketahui juga sedang mempersiapkan penampilan di Cape Town Jazz, di South Africa, akhir bulan Maret mendatang.
Dalam pentas tersebut, Djaduk dikatakan Butet semestinya akan berkolaborasi dengan vokalis dan pemusik perkusi dari Johannesbeurg dan Cape Town.
Bahkan, ketika mendaki table mountain di Afrika Selatan, pada September silam, menurut Butet, Djaduk melaporkan kepadanya bahwa dia sudah menemukan melodi yang rencananya akan ditempilkan bersama Musisi Afrika.
Saat berada di puncak Table mountain, kata Butet, adiknya itu menemukan melodi dengan cara bersiul siul, kemudian direkam di handphone miliknya.
Setiba di Indonesia, Djaduk katanya sudah menceritakan bersama kawan kawannya bahwa dirinya telah menyiapkan satu komposisi melodi yang sudah dia dapatkan diatas puncak gunung di Afrika Selatan itu.
"Mudah-mudahan kawan kawan di Kua Etnika yang sudah bekerjasama dengan Djaduk, bisa mewujudkan satu komposisi yang melodinya sudah ditemukan. Di puncak gunung tertinggi itu," tutur Butet, terisak, tak kuasa menahan tangis.
Sebelum meninggal, mendiang Djaduk diketahui masih menggelar rapat bersama panitia Ngayogjazz Kamis (12/11/2019) malam.
Board Committee Ngayogjazz, Aji Wartono, menuturkan semalam ia masih berembuk dengan mendiang Djaduk terkait event Ngayogjazz yang akan digelar akhir pekan ini.
Aji mengaku saat rapat, inisiator Ngayogjazz ini masih tampak bersemangat.
"Tadi malam kami masih menggodog persiapan final di Sekretariat Ngayogjazz di Jalan Munggur, kebetulan di rumah saya. Mas Djaduk sebelumnya juga ke lokasi, setelah dari lokasi kita ngobrol-ngobrol karena banya ide-ide Mas Djaduk yang kita bicarakan," ungkap Aji saat ditemui di rumah duka, di Dusun Kembaran RT 05, Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Rabu (13/11/2019) pagi.
Aji mengungkapkan, meski kehilangan sosok Djaduk sebagai inisiator Ngayogjazz, event Ngayogjazz akan tetap berlangsung. Terlebih kata Aji, mendiang Djaduk telah menyiapkan kejutan pada event Ngayogjazz nanti.
"Tentunya untuk Ngayogjazz besok Sabtu tetap berlangsung, saya kira beliau juga berharap seperti itu. Berharap ini akan diteruskan," ujarnya.
Lanjutnya, meski Djaduk salah satu orang yang menginisiasi Ngayogjazz, tapi ia ingin banyak orang terlibat di dalamnya.
"Tidak kemudian Ngayogjazz itu Djaduk, enggak. Tapi dia pengen temen-temen ikut semua berpartisipasi di sana," tutur Aji.
Selain itu, Aji mengungkapkan mendiang Djaduk telah menyiapkan kejutan pada Ngayogjazz nanti.
Kejutan ini kata Aji telah disiapkan sejak jauh-jauh hari.
"Kalau teman-teman besok datang ke Ngayogjazz akan ada satu kejutan dari ide Mas Djaduk yang ada di sana. Itu dipersiapkan Mas Djaduk jauh-jauh hari, ada satu karya beliau yang sepenuhnya ide-ide beliau. Proyek yang sengaja disiapkan oleh beliau," ungkapnya.
"Bocorannya, dia membuat satu karya seni. Dia ingin mengapresiasi para seniman. Bukan karya musik, karya seni, untuk menghormati senior-senior musik dihormati dalam karya itu," ujarnya. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jogja |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar