GridPop.ID - Presiden Joko Widodo baru saja merampungnkan susunan staf khususnya.
Sebulan menjabar sebagai presiden, Jokowi akhirnya mengumumkan 13 staf khusus Presidwn yang akan membantu kerja-kerja Kepala Negara.
Dari ke-13 orang staf Khusus tersebut, tujuh diantaranya merupakan kalangan milenial dengan rentang usia 20 sampai 30 tahun.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, 7 staf khusus dari kalangan milenial diperlkukan secara spesial oleh Presiden Jokowi.
Mereka diperkenalkan secara langsung oleh Jokowi di teras Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Presiden Jokowi meyakini ketujuh anak muda yang ditunjuknya sebagai staf khusus ini bisa menjadi teman diskusi untuk memberikan gagasan-gagasan segar dan inovatif.
Dengan demikian, pemerintah bisa mencari cara-cara baru yang out of the box, yang melompat untuk mengejar kemajuan.
"Mereka juga sekaligus menjadi jembatan saya bagi anak muda, santri muda, diaspora yang tersebar di berbagai tempat," ujar Jokowi.
Sosok milenial asal tanah Papua, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, dipercaya menjadi salah satu staf khusus presiden.
Billy lahir di Serui, Kepulauan Yapen, Papua dari keluarga kurang mampu.
Sang ayah berprofesi sebagai guru, sedangkan sang ibu membantu ekonomi keluarga dengan menjual kue. Tak jarang, Billy kecil ikut membantu sang ibu.
Dibalik kekurangan dan keterbatasannya, Billy berhasil menyelesaikan pendidikannya. Ia mendapatkan beasiswa di SMA dengan predikat sebagai lulusan terbaik.
Ia kemudian diterima di Faklutas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB.
Kecerdasan, ketekunan serta doa orang tua Billy membuatnya mendapatkan pekerjaan bergengsi di salah satu perusahaan minyak dan gas asal Inggris.
Namun, hatinya gelisah. Gajinya yang fantastis tidak membuat Billy bahagia.
Setelah berpikir panjang, ia meninggalkan segala gengsi yang diraih.
Ia melepaskan jabatannya di perusahaan itu dan fokus mengurus "Kitong Bisa", yayasan yang memfokuskan diri pada persoalan pendidikan anak-anak Papua.
Kitong Bisa saat ini mengoperasikan sembilan pusat pendidikan di Papua dan Papua Barat. Jumlah relawannya sebanyak 158 yang mengajar sekitar 1.100 anak.
Hebatnya, dana yayasan ini sebagian besar bersumber dari dua anak perusahaan, yakni Kitong Bisa Consulting dan Kitong Bisa Enterprise.
Billy mengakui, pembangunan sumber daya manusia di Papua tidak selesai dalam waktu dua atau tiga tahun saja.
Namun, ia yakin apa yang dikerjakannya saat ini adalah salah satu persiapan loncatan peningkatan kualitas SDM Papua untuk masa depan.
Aktivitasnya di Yayasan Kitong Bisa ini pula membawa Billy menempuh pendidikan lanjutan dengan beasiswa, yakni di Australian National University (ANU) dan Oxford University di Inggris. (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar