"Orang yang diperkosa jangan salahkan orang yang memperkosa, karena orang yang memperkosa nafsu datangnya dari orang yang diperkosa, ini semua salahe de'e (korban) salahe wedok'e (salah si perempuan), dan dia pakai baju yang minim-minim dan dia selalu genit di depan orang, dan ini membuat muncul pemerkosaan, jadi pemerkosaan bukan berarti yang salah si pemerkosa, tapi bagi aku yang salah yang diperkosa, dilecehkan, karena dipamer-pamerin," ujar Bu Ning.
"Sedekah?," ujar perempuan yang menjadi korban.
"hah sedekah, sedekah untumu(sedekah gigimu)," ujar Bu Ning sambil tertawa.
Tampak orang-orang yang di ruangan tersebut ikut tertawa.
Benarkah salah perempuan dalam korban pemerkosaan?
Pakaian korban kerap disalahkan sebagai alasan seseorang mengalami pelecehan, kekerasan seksual, hingga pemerkosaan.
Perempuan yang berpakaian terbuka dianggap berpotensi menjadi obyek bagi pelaku pelecehan seksual hingga pemerkosaan, dan yang berpakaian tertutup dipandang lebih aman.
Namun, pernyataan itu sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena banyak juga perempuan yang menggunakan pakaian tertutup atau "tidak mengundang syahwat", yang juga menjadi korban bejat pelaku pemerkosaan.
Hal ini sesuai dengan penelitian dari salah satu lembaga perlindungan perempuan di Yogyakarta, Rifka Annisa, sebagaimana dijelaskan juru bicaranya, Defirentia One Muharomah.
"Dalam penelitian Rifka Annisa, hal dominan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan perkosaan adalah karena mereka merasa 'berhak'. Bahkan dalam beberapa kasus, sebagian besar pelaku merasa tidak bersalah atas tindakannya," ujar Defi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/11/2018).
Ia juga menjelaskan, pemerkosaan tidak bisa hanya dilihat dari segi moralitas atau persoalan nafsu birahi semata
Komentar