GridPop.id - Nama Ningsih Tinampi kini dikenal ke seantero jagat.
Ya, Ningsih Tinampi jadi pembicaraan setelah video-video pengobatannya viral.
Pengobatan alternatif yang dilakukan Ningsih Tinampi atau yang kerap disapa Bu Ning belakangan ini viral.
Bu Ning melayani pengobatan alternatif id pasuruan Jawa Timur.
Tagar Bu Ning trending twitter seusai videonya mengintrograsi seorang korban pemerkosaan viral.
Tagar Bu Ning trending topik hari ini, Selasa (26/11/19).
Ribuan cuitan menggunakan tagar Bu Ning.
Banyak netizen yang menghujat Bu Ning.
Seperti ini cuitan netizen yang menuliskan komentar yang menggunakan tagar Bu Ning:
@poponkerok: Woi SJW ama Feminist, kalo bu Ning yang ngomong begini, lo pada berani apa lo?.
@HayIndahhh: Sorry bu ning, kli ini aku ga respect dan gimana klo dasarnya cowonya hypersex? Mau cewe nya berpakaian tertutup atau terbuka klo sudah masuk dalam terget dia ya tetep akan terjadi.
@Urbazlaigyer: Abis liat yang ibu ning dukun berobat apalah itu ngomong kalo diperkosa yang salah ya korbannya siapa suruh mengundang. Eh abis itu liat ini. Apa ini juga salah korbannya? Pemikiran bu ning itu makin bikin orang memaklumi pemerkosaan ga sih? Makin banyak nanti korban kaya gini.
@nailacoplacha: Baru hari pertama #16HAKTP sudah disuguhi tontonan yang menyalahkan korban perkosaan. Kalau saya ketemu Bu Ning saya mau kasih tau daftar panjang korban dan penyintas yg beragam (dr yg anak2, perempuan berpakaian tertutup dll) serta perjuangan mereka melawan trauma dan stigma.
@tunggalp: Saya perbaiki kalimatnya:
Woi teman-teman semua, kalo bu Ning yang ngomong begini, kita pada berani apa enggak ya? Gila! Korban perkosaan malah dimaki2 dan disalahin. Kita bisa buat apa ya?
@firnaniaas: Beliau hanya ibu ibu biasa, bahkan mungkin buibu di lingkungan rumah gw juga banyak yg memiliki pikiran yg salah ttg pemerkosaan. Memang perkataan bu ning menyakiti perasaan korban2 pemerkosaan. Beliau hanya perlu di edukasi, sekian.
Diketahui, video Bu Ning saat berkomunikasi dengan korban pemerkosaan viral.
Dalam video tersebut Bu Ning mengenakan jilbab biru tua.
Dalam video itu, Bu Ning melempar pertanyaan ke korban.
"Mengapa kamu diperkosa?" tanya Bu Ning.
Korban yang mengenakan baju kuning mengaku tidak tahu sambil menangis.
Lalu Bu Ning mengatakan bahwa dalam kasus pemerkosaan yang salah adalah perempuan.
karena perempuan menggoda laki-laki dan menggunakan baju seksi.
Sehingga menurutnya, laki-laki yang melihat perempuan berbaju seksi menimbulkan nafsu laki-laki.
"Orang yang diperkosa jangan salahkan orang yang memperkosa, karena orang yang memperkosa nafsu datangnya dari orang yang diperkosa, ini semua salahe de'e (korban) salahe wedok'e (salah si perempuan), dan dia pakai baju yang minim-minim dan dia selalu genit di depan orang, dan ini membuat muncul pemerkosaan, jadi pemerkosaan bukan berarti yang salah si pemerkosa, tapi bagi aku yang salah yang diperkosa, dilecehkan, karena dipamer-pamerin," ujar Bu Ning.
"Sedekah?," ujar perempuan yang menjadi korban.
"hah sedekah, sedekah untumu(sedekah gigimu)," ujar Bu Ning sambil tertawa.
Tampak orang-orang yang di ruangan tersebut ikut tertawa.
Benarkah salah perempuan dalam korban pemerkosaan?
Pakaian korban kerap disalahkan sebagai alasan seseorang mengalami pelecehan, kekerasan seksual, hingga pemerkosaan.
Perempuan yang berpakaian terbuka dianggap berpotensi menjadi obyek bagi pelaku pelecehan seksual hingga pemerkosaan, dan yang berpakaian tertutup dipandang lebih aman.
Namun, pernyataan itu sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena banyak juga perempuan yang menggunakan pakaian tertutup atau "tidak mengundang syahwat", yang juga menjadi korban bejat pelaku pemerkosaan.
Hal ini sesuai dengan penelitian dari salah satu lembaga perlindungan perempuan di Yogyakarta, Rifka Annisa, sebagaimana dijelaskan juru bicaranya, Defirentia One Muharomah.
"Dalam penelitian Rifka Annisa, hal dominan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan perkosaan adalah karena mereka merasa 'berhak'. Bahkan dalam beberapa kasus, sebagian besar pelaku merasa tidak bersalah atas tindakannya," ujar Defi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/11/2018).
Ia juga menjelaskan, pemerkosaan tidak bisa hanya dilihat dari segi moralitas atau persoalan nafsu birahi semata
Senada dengan pernyataan Defi, salah satu pegiat gerakan perempuan, Dea Safira, juga menyatakan, Menurut dia, kekerasan seksual terjadi karena adanya masalah relasi kuasa.
Dea mengatakan, menyalahkan pakaian perempuan menjadi salah satu yang disebut sebagai victim blaming atau menyalahkan korban.
"Ruang publik yang aman adalah hak setiap orang termasuk perempuan. Model baju, keadaan sepi, atau apa pun tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan pemerkosaan," ujar Dea kepada Kompas.com, Kamis.
Semua pernyataan diperkuat dengan adanya sebuah pameran yang menunjukkan pakaian-pakaian yang dikenakan korban kekerasan seksual.
Pameran itu digelar di Belgia pada awal tahun 2018, dan menampilkan sejumlah pakaian yang mayoritas justru merupakan pakaian tertutup.
Dalam pameran itu terlihat bahwa korban tidak berpakaian "menantang" atau "memancing syahwat" seseorang untuk berbuat bejat.
Korban yang mengenakan setelan kemeja longgar dan celana panjang pun ada yang menjadi korban kejahatan seksual ini.
Ini juga menunjukkan bahwa nafsu bejat muncul tidak berdasarkan pakaian apa yang digunakan oleh korban.
Pakaian tidak berperan dalam mencegah atau memperbesar kemungkinan terjadinya sebuah pemerkosaan.
Di dalam pameran yang sama, bahkan terpajang sebuah kaos anak-anak bergambar tokoh kartun The Little Pony.
Ini juga menunjukkan bahwa korban pemerkosaan tidak melulu datang dari kalangan dewasa, anak di bawah umur pun tak lepas dari ancaman kejahatan ini.
Dengan demikian, ini memperlihatkan bahwa pemikiran atau pandangan yang menyalahkan korban merupakan kesalahan mendasar saat terjadi kasus pemerkosaan. (*)
Komentar