Tubuh istri Kelana diletakkan di atas kursi roda. Ia bersama petugas medis itu mendorongnya menuju ruang gawat darurat.
Saat menunggu istrinya di depan ruangan, petugas medis datang dan menanyakan kartu identitas (sejenis KTP) sang istri.
Kelana pun teringat ia lupa membawa dokumen medis sang istri.
"Dalam keadaan isteri yang telah pecah ketuban di rumah maupun di mobil, mana mungkin saya sempat untuk memikirkan hal lain kecuali keselamatan istri dan bayi saya," tulis Kelana.
Sebagai penggantinya, Kelana menawarkan kartu identitas miliknya.
Namun, penawarannya ditolak oleh petugas medis tersebut. Menurutnya, tanpa KTP sang istri, persalinan di rumah sakit tak bisa dilakukan.
Petugas medis tersebut mendesaknya untuk kembali ke rumah, namun hal itu enggan dilakukan Kelana karena rumahnya berjara 15-20 menit dari rumah sakit.
"Pulanglah ke rumah dengan cepat, Anda masih punya waktu," tulis Kelana, menirukan apa yang dikatakan seorang petugas medis.
Ia ingin istri dan bayinya segera ditolong. Tak mau terbawa suasana panik, Kelana berusaha berunding dengan petugas medis.
Akhirnya, Kelana disarankan untuk mengurus administrasi ke resepsionis sebelum istrinya mendapatkan perawatan.
Source | : | Facebook,Tribunjateng.com |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar