GridPop.ID - Sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal tersebut memasuki perairan Indonesia pada 19 Desember 2019 lalu.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, masuknya kapal-kapal China ini dinyatakan ilegal karena telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Dilansir dari TribunBatam.id, beredar video yang memperlihatkan detik-detik kapal perang milik TNI, KRI Tjiptadi-381 mengusir Kapal China di Laut Natuna.
Atas insiden itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia melayangkan protes keras terhadap China terkait kapal ikan yang memasuki perairan Natuna.
Bahkan beberapa waktu lalu beredar video KRI Tjiptadi-381 sempat menghadang kapal coast gorad china yang melindungi nelayannya.
"Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," dikatakan dalam pernyataan tertulis seperti dikutip dari Gridhot.ID, Senin (30/12/2019).
Dubes China pun telah mencatat sejumlah hal yang telah disampaikan dan akan segera melaporkannya ke Beijing.
Namun, bukannya ucapan permintaan maaf yang didapat oleh Kemenlu Indonesia, Kedubes China justru menyampaikan hal yang membuat rakyat Indonesa geram.
Melnasir dari GridHot.ID yang mengutip dari BBC, Kementerian Luar Negeri China membantah bahwa kapal-kapalnya telah memasuki wilayah perairan Indonesia.
Kedubes China menyatakan kapal nelayan dari negara itu menangkap ikan di tempat yang sudah biasa dikunjungi nelayan-nelayannya.
Penolakan ini disampaikan sehari setelah Kementerian Luar Negeri China mengaku memiliki kedaulatan atas wilayah perairan di dekat Kepulauan Nansha atau Kepulauan Spratly, yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan klaim RRT atau China tidak berdasar.
"Klaim historis RRT atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," jelas Kementerian Luar Negeri pada Rabu (01/01/2020).
Pemerintah China, melalui juru bicara Kemenlu Geng Shuang, juga kembali meneguhkan bahwa negara itu memiliki hak historis di Laut China Selatan.
"Sementara itu, China mempunyai hak historis di Laut China Selatan. Para nelayan China sudah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan-perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan absah."
Di sisi lain, Indonesia mendesak China untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaimnya di zona ekonomi eksklusif berdasarkan UNCLOS 1982.
Melihat kondisi ini, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti ikut berkomentar.
Lewat akun Twitternya ia menjelaskan, jika mengacu pada aturan yang sama saat dirinya masih memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harusnya ada tindakan tegas pada kapal-kapal China yang menggarong ikan di EEZ.
"Tangkap dan tenggelamkan kapal yg melakukan IUUF. Tidak ada cara lain. Wilayah EEZ kita diakui UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Bila dari tahun 2015 sampai dengan pertengahan 2019 bisa membuat mereka tidak berani masuk ke wilayah ZEE kita. Kenapa hal yang sama tidak bisa kita lakukan sekarang," tulis Susi di akun twitter resminya, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sebagaimana yang sering diucapkannya saat menjabat Menteri KKP, klaim China atas perairan Natuna berdasarkan Traditional Fishing Zone juga tak berdasar.
"Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," kata Susi.
Dalam cuitan lainnya, mantan Menteri KKP ini menyebut tak ada cara lain selain penenggalaman kapal maling yang masuk ke perairan Indonesia agar ada efek jera, tak terkecuali kapal China.
"KKP bisa minta & perintahkan untuk tangkap dan tenggelamkan dengan UU Perikanan no 45 tahun 2009. Jangan beri opsi lain, Laut Natuna diklaim China, TNI tingkatkan kesiagaan," ujarnya.
Kalo punya nyali,
Hanya ada 3 langkah strategis :1) Klaim defacto wilayah Natuna dgn menempatkan kapal2 perang Indonesia
2) Lakukan gugatan ke Mahkamah Internasional terkait pelanggaran batas wilayah integral
3) Bekukan sementara hubungan diplomatik dgn ChinaBerani? https://t.co/Wbww48k7RQ
— ⚔️Satoe~Doea~Satoe⚔️ (@satoedoeasatoe) January 2, 2020
Cuitan Susi Pudjiastuti ini mencuri perhatian netizen.
Hingga Sabtu (4/1/2020) pagi, trending "Bu Susi" diramaikan dengan lebih dari 2.500 twit.
Selain "Bu Susi", "Natuna", "Prabowo", dan "Luhut" juga masuk daftar trending terkait perbincangan soal Indonesia vs China di Laut Natuna.
(*)
Source | : | Kompas.com,Twitter,Tribunbatam.id,GridHot.ID |
Penulis | : | Maria Andriana Oky |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar