GridPop.ID - Kembali menjadi sorotan publik, pengobatan spiritual Ningsih Tinampi kembali diperbincangkan.
Ningsih tinampi menjadi viral sejak mengaku bahwa dirinya bisa memanggil para Nabi.
Yang paling baru, beberapa waktu lalu tempat prakteknya didatangi lintas dinas Pemprov Jatim dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan.
Kedatangan lintas dinas Pemprov Jatim dan Pemkab Pasuruan ini untuk melihat langsung pengobatan Ningsih Tinampi yang memang kerap heboh di media sosial.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Herlin Ferliana, pengobatan alternatif Ningsih Tinampi ini menimbulkan kekhwatiran pemerintah.
Pemerintah khawatir warga penasaran hingga akhirnya ingin mencoba berobat ke tempat Ningsih Tinampi.
Pasalnya, biaya untuk dapat berobat di tempat Ningsih Tinampi ternyata tidak murah.
"Kami khawatir nanti malah masyarakat penasaran dan mencoba berobat ke sana, padahal berobat ke Ningsih Tinampi tidak murah," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Herlin Ferliana, saat dikonfirmasi, Sabtu (8/2/2020).
Berdasarkan informasi yang diterimanya, biaya berobat di tempat Ningsih Tinampi beragam, mulai dari Rp 300 ribu sampai Rp 10 juta.
Untuk itu, pihaknya mengajurkan warga agar berobat ke tempat pelayanan yang tidak dipungut biaya.
"Lebih baik memanfaatkan layanan kesehatan yang gratis. Uangnya dipakai pendukung pengobatan," ungkapnya.
Sementara itu Ningsih Tinampi sendiri menjelaskan bahwa hasil dari pengobatan tersebut biasanya digunakan untuk bersedekah.
"Saya sudah merambah ke sekolah sekolahan SMP SD SMK yayasan panti asuhan buat bencana alam.
Jadi sekolahan itu anak yatim piatu sama kaum duafa sekitar seribu lebih itu satu anak saya kasih Rp 200 ribu perbulan,
jadi jujur saya dapet uang ini memang buat sedekah tapi gak sedekah 'kabeh'," ucap Ningsih Tinampi seraya tersenyum seperti dikutip dari tayangan YouTube berjudul KUNJUNGAN JAJARAN DINAS KESEHATAN.
Bukan Pelayanan Kesehatan
Menurut Herlin, pengobatan alternatif Ningsih Tinampi ini tidak termasuk dalam bentuk pelayanan kesehatan.
Dikatakannya bahwa ada dua bentuk pelayanan kesehatan dalam dunia pengobatan.
Pertama adalah pengobatan konvensional yang tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kedua yakni pengobatan tradisional yang memanfaatkan ramuan.
Kedunya, lanjutnya, sama-sama memiliki organisasi yang mengawal dan memiliki standar pelayanan maupun kode etik.
"Tapi, pengobatan Ningsih Tinampi tidak masuk dalam 2 kategori pengobatan tradisional dan konvensional," ungkap Herlin.
Reaksi Ningsih Tinampi tempat praktiknya didatangi Pemprov Jatim dan Pemkab Pasuruan
Ningsih Tinampi menyambut baik kedatangan rombongan pemerintah daerah yang datang ke tempat praktinya pada Rabu (5/2/2020) kemarin.
Seperti diwartakan TribunJatim, mempersilahkan kepada rombongan dari manapun untuk datang ke kediamannya dan melihat langsung praktik pengobatannya.
"Sangat bagus sekali, sangat oke, bahkan saya sangat setuju, kalau bisa seringkali datang ke sini," kata Ningsih usai kedatangan instansi terkait.
Ia mengatakan, tidak ada masalah. Semua pihak mendukung, mulai dari kepolisian dan Dinkes . Tidak ada masalah.
"Untuk masukannya ya saya terima. Intinya saya mendukung sekali. Tidak ada kesepakatan apa - apa hari ini, oke saja," jelasnya.
Menurut dia, memang ada himbauan untuk tidak menangani pasien yang memang memiliki penyakit medis.
"Ya kan kebanyakan di sini non medis," tambah dia.
"Kalau ada yang medis ?" Tanya wartawan.
"Ya nang dokter, mosok ya Nang aku (ya ke dokter, masak ya ke saya)," jawabnya.
"Kalau ada yang maksa sakit medis, tapi berobat kesini," tanya wartawan lagi.
"Ya ditangani ae wong ngunu ae," urainya.
Tempat praktik tetap ramai dikunjungi
Suasana di tempat pengobatan Ningsih Tinampi di Dusun Lebaksari, Desa Karangjati, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan tetap ramai dikunjungi orang, Jumat (7/2/2020) pagi.
Dari pantauan di lapangan, suasana di Ningsih Tinampi ini tetap beraktivitas seperti biasanya meski beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur, dan Bakorpakem sempat berkunjung ke sini.
Para tukang parkir tetap sibuk menata kendaraan roda dua atau roda empat milik para pasien agar tidak menggangu arus lalu lintas.
Para pedagang juga terlihat tetap sibuk menjajakan dan menawarkan dagangannya.
Selain itu, para pekerja di Ningsih Tinampi juga sibuk mencatat siapa saja yang akan berobat ke Ningsih, terutama menyiapkan skema antrean.
Nyaris tidak ada yang berbeda pasca kedatangan tim Dinkes Jawa Timur dan Bakorpakem.
Semuanya tetap berjalan dan normal seperti biasanya.
Sekadar diketahui, Dinkes Jawa Timur dan Bakorpakem memang tidak merekomendasikan apa-apa, kedatangannya hanya ingin melakukan pengawasan saja.
Baca Juga: Bantah Ibunya Meninggal karena Stroke, Putra Chrisye Ungkap Alasan Dibalik Wafatnya Yanti Noor
"Saya hari ini jadwalnya berobat ke Bu Ningsih, sudah dua Minggu saya menunggu antrean," kata Muh Ulhaq, salah satu pengantar keluarga yang berobat.
Ulhaq, pengantar pasien asal Kudus ini mengaku tidak mengetahui jika pengobatan Ningsih Tinampi ini baru saja didatangi Dinkes Jawa Timur dan Bakorpakem.
"Saya tidak tahu, kemarin setelah mendaftar kami pulang dan ini baru balik lagi hari ini, karena jadwal kami hari ini," jelasnya.
Ia menyebut, keluarganya tidak bermasalah dengan hal itu.
Ia ingin mencoba pengobatan Ningsih Tinampi ini.
Harapannya, pulang dari sini, salah satu kerabatnya yang diduga memiliki penyakit tak wajar bisa sembuh.
"Kami sudah bawa kemana-mana, tapi tidak ada hasilnya. Nah, kemarin lihat video Bu Ningsih di YouTube, kami penasaran dan ingin mengikhtiarkan keluarga kami yang sakit, barangkali bisa sembuh," jelasnya.
Sementara itu dilansir dari tayangan YouTube Ningsih Tinampi, ternyata ada momen lain terjadi saat rombongan pemerintah daerah datang ke tempatnya.
Saat itu, sejumlah pasien Ningsih Tinampi dinyatakan mengalami kesurupan.
Pada kesempatan itu, Ningsih Tinampi pun mencoba untuk mengobatinya.
Tampak beberapa pejabat pemerintah daerah berada di dekatnya melihat aksi Ningsih Tinampi. (*)
Source | : | tribunnew.com Bogor |
Penulis | : | Luvy Yulia Octaviani |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar