Tak pelak, kondisi tersebut membuat psikis dari Kasus 01 dan 02 menurun.
Seribu sayang, pengalaman pahit tersebut mungkin tidak hanya dialami mereka saja, namun juga dialami pasien lainnya.
Kasus 01 menceritakan, setelah namanya tersebar sebagai pasien terkonfrimasi virus Covid-19, ia langsung kebanjiran pesan WhatsApp dan media sosial.
Awalnya, mereka bertanya biasa tentang bagaimana gejala yang timbul saat terinfeksi virus tersebut.
Namun, lanjutnya, apa yang terjadi terhadap dirinya justru membuat orang lain takut untuk memeriksakan diri.
Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak untuk tetap menjaga privasi dan menghargai pasien yang terinfeksi virus Covid-19.
"Itu harus dijaga sekali. Orang luar jangan hakimi pasien positif Covid-19 dengan stigma negatif karena pasien akan jadi korban dua kali," ujar kasus 01 sambil menitikkan air mata.
Beruntungnya, mereka dapat penanganan yang begitu baik dari seluruh pihak RSPI Sulianti Saroso, begitu kata pasien Kasus 02.
"Saya bersyukur sekali diisolasi di RSPI Sulianti Saroso. Karena baik dokter, suster, pekerja lab, bahkan cleaning service, sangat membantu kami," ucap Kasus 02.
Selama menjalani masa isolasi, mereka mengaku mendapatkan perawatan dan layanan yang maksimal oleh orang-orang yang terlibat dalam penyembuhan mereka.
Selama menjalani hari-hari sendiri di dalam ruang isolasi, mereka merasa lega karena kinerja orang-orang tersebut.
Lebih lanjut, ia berharap pemerinta bisa memberikan apresiasi sekaligus insentif bagi mereka yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19.
"Saya ingin sekali pemerintah memberikan penghargaan apresiasi dan insentif untuk mereka yang berada di garda depan dan mereka akan terus kerja, saya enggak tahu mungkin 6 bulan ke depan. Dan mereka juga mereka punya family, saya memohon perhatian untuk mereka, mereka luar biasa kerjanya," tutur Kasus 02.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar