GridPop.ID - Pandemi virus corona masih menjadi perhatian utama di seluruh dunia, termasuk di negara Indonesia.
Sudah sejak awal bulan Maret ini, pemerintah telah menyatakan warga negara Indonesia yang positif terinfeksi.
Sampai saat ini, pemerintah berbondong-bondong menggalakan berbagai cara untuk menekan penyebaran virus yang juga disebut Covid-19.
Diberitakan Kompas.com, juru bicara pemerintah untuk penangangan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, ada penambahan 17 pasien baru menderita covid-19, Senin (16/3/2020).
"Berdasarkan data yang kita periksa hari ini hingga tadi siang dari spesimen yang kita terima sejak kemarin sore hingga siang tadi, ada penambahan kasus sebanyak 17 confirmed positif," ujar Yuri dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Hingga berita ini ditulis, pasien yang positif terinfeksi virus corona total 134 orang.
Yuri menlanjutkan, dari 134 pasien penderita Covid-19 itu, 8 pasien telah dinyatakan sembuh.
Selanjutnya, dari 134 pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19, 5 orang di antaranya meninggal dunia.
Yuri menambahkan hingga Senin (16/3/2020) pihaknya telah memeriksa 1.230 spesimen.
Adapun jumlah spesimen yang dinyatakan negatif Covid-19 tercatat sebanyak 1.083.
Di tengah wabah virus corona, perlu dipahami bahwa penyakit ini bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Bak angin segar di tengah kemelut kasus virus corona, pasien positif corona di Indonesia juga ada yang dinyatakan sembuh.
Beberapa diantaranya ialah ditunjukkan oleh tiga kasus pertama di Indonesia.
Tiga perempuan ini membagikan kisah dan pengalaman mereka saat terpapar virus tersebut.
"Saya selama diisolasi, selama seminggu saya nangis terus," ujar Kasus 01 dalam konferensi pers di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Senin (16/3/2020).
Yang mengejutkan, pasien kasus 01 menangis bukan karena dinyatakan telah positif corona.
Ia berderai air mata lantaran merasakan tekanan batin setelah identitasnya terungkap.
Hal itu memicu informasi yang simpang siur mengenai dirinya.
Beban tersebut semakin bertambah tatkala banyak berita yang tak benar beredar mengenai dirinya dan ibunya yang merupakan Kasus 02.
"Saya tahu yang dibicarakan beberapa media dan orang yang menyebarkan mengenai saya dan ibu saya dan menyerang profesi kami sebagai penari, pegiat seni, dan pejuang budaya yang selama hidup kami sekeluarga selalu berbuat apapun yang kami bisa untuk Indonesia dalam hal seni budaya" kata Kasus 01.
Tak pelak, kondisi tersebut membuat psikis dari Kasus 01 dan 02 menurun.
Seribu sayang, pengalaman pahit tersebut mungkin tidak hanya dialami mereka saja, namun juga dialami pasien lainnya.
Kasus 01 menceritakan, setelah namanya tersebar sebagai pasien terkonfrimasi virus Covid-19, ia langsung kebanjiran pesan WhatsApp dan media sosial.
Awalnya, mereka bertanya biasa tentang bagaimana gejala yang timbul saat terinfeksi virus tersebut.
Namun, lanjutnya, apa yang terjadi terhadap dirinya justru membuat orang lain takut untuk memeriksakan diri.
Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak untuk tetap menjaga privasi dan menghargai pasien yang terinfeksi virus Covid-19.
"Itu harus dijaga sekali. Orang luar jangan hakimi pasien positif Covid-19 dengan stigma negatif karena pasien akan jadi korban dua kali," ujar kasus 01 sambil menitikkan air mata.
Beruntungnya, mereka dapat penanganan yang begitu baik dari seluruh pihak RSPI Sulianti Saroso, begitu kata pasien Kasus 02.
"Saya bersyukur sekali diisolasi di RSPI Sulianti Saroso. Karena baik dokter, suster, pekerja lab, bahkan cleaning service, sangat membantu kami," ucap Kasus 02.
Selama menjalani masa isolasi, mereka mengaku mendapatkan perawatan dan layanan yang maksimal oleh orang-orang yang terlibat dalam penyembuhan mereka.
Selama menjalani hari-hari sendiri di dalam ruang isolasi, mereka merasa lega karena kinerja orang-orang tersebut.
Lebih lanjut, ia berharap pemerinta bisa memberikan apresiasi sekaligus insentif bagi mereka yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19.
"Saya ingin sekali pemerintah memberikan penghargaan apresiasi dan insentif untuk mereka yang berada di garda depan dan mereka akan terus kerja, saya enggak tahu mungkin 6 bulan ke depan. Dan mereka juga mereka punya family, saya memohon perhatian untuk mereka, mereka luar biasa kerjanya," tutur Kasus 02.
Tak berhenti sampai di situ, ia juga berharap supaya warga tidak panik saat menghadapi virus corona ini karena buktinya mereka bisa sembuh.
Pesan tersebut lebih ditegaskan kepada warga Depok, tempat pasien Kasus 01 dan 02 tinggal.
Ia menjelaskan bahwa kepanikan hanya akan memperburuk sistem imun di dalam tubuh sehingga membuat seseorang rentan terkena virus corona.
Kendati tetap harus waspada, tetapi ia meminta agar masyarakat tetap menjalani hari-hari dengan menyenangkan sehingga bisa meningkatkan daya tahan tubuhnya.
"Warga Depok, please jangan panik. Kamu semuanya harus tetap senang untuk menambahkan imun dalam tubuh," kata pasien Kasus 02.
Tak lupa, ia juga menyampaikan terima kasih kepada warga sekitar kediamannya untuk tetap kondusif dan mau menerima mereka setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19.
"Sebagai warga Depok, saya ingin bersyukur sekali perumahan sangat kondusif dan sangat menerima kami dan mengatasi semuanya," ucap wanita itu.
Hal senada juga disampaikan oleh pasien Kasus 03 yang berharap agar warga tidak panik.
Menurutnya, setiap orang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan diri dari Covid-19.
Ia memberi saran jika yang paling penting selama pandemi virus corona ini adalah untuk menjaga pola makan yang baik, kebersihan, serta istirahat yang cukup.
"Kalau kita diminta pembatasan sosial sementara, ya kita lakukan sebaik mungkin," ucap dia.
Kenyataannya, penyakit ini memang belum ditemukan obatnya. Terlebih lagi, pengetahuan mengenai virus ini masih terbilang minim.
Kendati demikian, banyaknya orang yang sembuh dari penyakit ini di dunia juga menjadi angin segar dan juga harapan baru.
Lebih baik hadapi masalah ini dengan kepala dingin, hindari penyebarannya dengan social distancing, saring sebelum sharing, dan rajin mencuci tangan memakai sabun. (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar