1. Virus corona tidak bermutasi cepat
Peneliti dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory berdasarkan studi terbaru menyatakan, SARS-Cov-2 tidak serta merta melakukan mutasi di tubuh manusia.
Dilansir The Washington Post Rabu (25/3/2020), semua virus mengalami evolusi, mereplikasi diri begitu di inangnya, dan menyebar ke seluruh populasi.
Ada beberapa dari mutasi itu yang betahan dari seleksi alam. Namun dalam kasus SARS-Cov-2, patogen itu tidak mempunyai proofreading.
Ilmuwan menerangkan, karena tidak punya proofreading, maka kaasus yang muncul di sejumlah tempat hampir sama kode genetiknya.
Peter Thielen, pakar genetika molekuler di Universitas Johns Hopkins berujar, saat ini pihaknya meneliti sekitar 1.000 sampel.
Dia mengatakan, terdapat empat banding 10 perbedaan antara virus yang menginfeksi Amerika Serikat dengan yang pertama ditemukan di Wuhan, China.
"Ini adalah jumlah mutasi relatif kecil karena telah melewati sejumlah besar orang," papar Thielen. Kabar ini jelas merupakan berita positif.
Pasalnya melalui penelitian tersebut, ahli bisa menciptakan satu vaksin saja. Tidak seperti flu di mana mereka harus menghasilkan obat baru setiap tahunnya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Luvy Yulia Octaviani |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar